Langsung ke konten utama

Menelaah Perbedaan Definisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Antara Perpres 16/2018 dan Perpres 54/2010

Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah resmi diundangkan 22 Maret 2018 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly. Aturan ini menggantikan Perpres No. 54 Tahun 2010 yang sudah berumur hampir delapan tahun. Lahirnya Perpres 16/2018 ini diharapkan mempercepat dan mempermudah pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tidak berbelit-belit, sederhana, sehingga memberikan value for money, serta mudah dikontrol dan diawasi. Perubahan pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 berupa perubahan struktur, istilah, definisi, dan perubahan pengaturan.  Peraturan baru  ini terdiri dari 15 Bab dan 94 Pasal. Strukturnya lebih disederhanakan dengan hanya mengatur hal-hal yang bersifat normatif, dan menghilangkan bagian penjelasan. Hal-hal yang bersifat standar dan prosedur selanjutnya diatur dalam Peraturan LKPP dan Peraturan kementerian teknis terkait.
Pada kesempatan ini, penulis menelaah perubahan definisi pengadaan barang/jasa pemerintah.  Menurut Perpres 54/2010 pada pasal (1) nomor (1) menyatakan “Pengadaan Barang/Jasa  Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/ Jasa oleh Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Sementara pada Perpres 16/2018 pada pasal (1) nomor (1) menyatakan “Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa  oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan”. Dari definisi tersebut saya menyimpulkan beberapa hal :
  1. Perpres 54/2010 menyatakan PBJ merupakan kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Sedangkan pada Perpres 16/2018 mengamanatkan bahwa PBJ adalah kegiatan pengadaan barang/jasa. Hal ini terlihat bahwa perpres 54/2010 hanya berorientasi pada kegiatan memperoleh barang/jasa sementara pada Perpres 16/2018 menyatakan lebih luas lagi, PBJ bukan sekedar memperoleh barang/jasa saja namun juga pada kegiatan bagaimana menciptakan serta membangun pasar yang sehat sehingga mendapatkan barang/jasa yang optimal atau lebih dikenal dengan value for money.
  2. Pada Perpres 54/2010 menyatakan kegiatan memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi. Sementara pada Perpres 16/2018 menyatakan kegiatan PBJ oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah. Hal ini terlihat bahwa institusi sudah tidak dicantumkan lagi pada Perpres 16/2018, begitu pula dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah diubah menjadi Perangkat Daerah. Definisi Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi dalam Perpres 54/2010 diatur sekaligus dalam pasal (1) nomor (2) “Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya, yang selanjutnya disebut K/L/D/I adalah instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”. Pada Perpres 16/2018, defenisi Kementerian, Lembaga dan Perangkat Daerah dipertegas serta dipisahkan masing – masing pada pasal (1) nomor (2), (3), dan (4). Namun hemat penulis, bahwa institusi yang dimaksudkan dalam Perpres 54/2010 sudah terakomodir pada defenisi “Lembaga” pada Perpres 16/2018. 
  3. Perpres 54/2010 tidak mencantumkan sumber dana pembiayaan PBJ. Hal ini berbeda dengan Perpres 16/2018 yang mempertegas sumber dana, baik APBN maupun APBD. Sehingga jika ada sumber dana selain itu dalam PBJ, maka tidak wajib berpedoman pada Perpres tersebut. 
  4. Perpres 54/2010 menyatakan bahwa PBJ merupakan proses yang dimulai dari perencanaan kebutuhan. Pada Perpres 16/2018, mengatur PBJ mulai diproses sejak identifikasi kebutuhan. Ini terlihat bahwa Perpres 16/2018 mengawali proses PBJ sejak identifikasi kebutuhan, artinya ini satu langkah lebih depan daripada perencanaan kebutuhan. Identifikasi adalah kegiatan yang mencari, menemukan, mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data dan informasi. Secara intensitas kebutuhan dapat dikategorikan (dua) macam yakni kebutuhan mendesak dan kebutuhan sifatnya tidak mendesak. Kita harus dapat mengidentifikasi kebutuhan agar perencanaan kebutuhan nantinya tepat sasaran dan berdaya guna sehingga dapat memenuhi kebutuhan secara optimal. 
  5. Perpres 54/2010 menyatakan bahwa akhir PBJ adalah terselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Sementara pada Perpres 16/2018 mengamanatkan bahwa akhir PBJ adalah sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Disini terlihat bahwa Perpres 54/2010 menyatakan hanya terselesaikan kegiatan. Kegiatan PBJ terselesaikan belum tentu sesuai dengan kontrak. Sehingga Perpres 16/2018 mempertegas bahwa akhir PBJ adalah serah terima hasil pekerjaan. Kita tahu bahwa serah terima hasil pekerjaan akan dilakukan ketika pekerjaan tersebut terselesaikan dan telah diperiksa dan diteliti kesesuaiain dengan kontrak. Jika pekerjaan selesai namun hasil pemeriksaan menyatakan bahwa belum sesuai kontrak, maka serah terima hasil pekerjaan merupakan hal yang haram.
Demikian pendapat pribadi saya, semoga bisa menjadi bahan diskusi bagi para pelaku pengadaan. Salam pengadaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Personel Manajerial Dalam Tender Pekerjaan Konstruksi

Dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor : 07/PRT/M/2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia menyatakan bahwa Personel Manajerial adalah tenaga ahli atau tenaga teknis yang ditempatkan sesuai penugasan pada organisasi pelaksanaan pekerjaan. Dalam tender pekerjaan konstruksi, personel manajerial merupakan salah satu persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh peserta tender. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam menyusun persyaratan personel manajerial harus disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan konstruksi yang akan ditenderkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut, antara lain : Personel manajerial yang disyaratkan meliputi jabatan : Manager Pelaksanaan/ Proyek, Manager Teknik, Keuangan, dan/atau Ahli/Petugas K3. Untuk pekerjaan yang memiliki tingkat risiko kecil, maka dapat mensyaratkan Petugas K3 atau Ahli K3 sedangkan untuk pekerjaan yang masuk dalam kategori risiko besar maka mensyaratkan Ahli K3. Untuk pekerjaan yang diperuntukkan ba...

Persyaratan Pengalaman Pada Kualifikasi Teknis Penyedia Dalam Pengadaan Barang Menurut Peraturan LKPP 9/2018

Dalam Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia, menyatakan bahwa dalam syarat kualifikasi teknis penyedia pada persyaratan pengalaman khususnya pengadaan barang sebagai berikut : Memiliki pengalaman: a) Penyediaan barang pada divisi yang sama (sesuai Klasifikasi Baku Komoditas Indonesia/KBKI Buku 1, Badan Pusat Statistik, 2012) paling kurang 1 (satu) pekerjaan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak; dan b) Penyediaan barang sekurang-kurangnya dalam kelompok/grup yang sama paling kurang 1 (satu) pekerjaan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak Dari konfigurasi tersebut, beberapa hal yang patut dipahami antara lain sebagai berikut sebagaimana saya susun dalam question and answer  Q1 : "Apa yang dimaksud dengan divisi?" A1 : "Di...

Keterlambatan Pembayaran Sebagai Peristiwa Kompensasi Dalam Pelaksanaan Kontrak PBJP

Pada dasarnya, kontrak adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang melahirkan suatu kewajiban, baik untuk berbuat maupun tidak berbuat sesuatu. Begitupun dalam kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP), yang secara redaksional rancangan kontrak diatur dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia. Oleh karena, kontrak adalah perjanjian antar para pihak, maka bagaimana apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya?. Misalnya, ada kewajiban PPK yang tidak dipenuhi dalam pelaksanaan kontrak, bagaimana penyelesaiannya?. Berikut akan diuraikan secara umum terkait kompensasi yang diberikan PPK kepada Penyedia apabila PPK tidak memenuhi kewajibannya dalam pelaksanaan kontrak berupa keterlambatan pembayaran kepada Penyedia. A. PENGERTIAN KOMPENSASI Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kompensasi diartikan antara lain : ganti rugi; pemberesan piutang dengan memberikan barang-barang yang seharga deng...