Kamis, 02 Agustus 2018

Pelaksanaan Pengadaan Langsung Oleh Pejabat Pengadaan Menurut Perpres 16/2018 Serta Perlem KPP 9/2018

Menurut Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mendefinisikan Pengadaan Langsung sebagaimana tercantum pada Pasal (1) nomor (40) dan (41) sebagai berikut :
  • Pasal (1) nomor (40) : “Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”
  • Pasal (1) nomor (41) : “Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”
Jika dibandingkan dengan Perpres sebelumnya yakni Perpres 54 Tahun 2010, Pengadaan Langsung (selanjutnya disingkat PL) mengalami perubahan hanya pada nilai maksimal pada pekerjaan jasa konsultansi, yaitu dari nilai maksimal Rp. 50.000.000 naik menjadi Rp. 100.000.000. Sementara utk pengadaan barang, pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya tetap sama yaitu nilai maksimal sebesar Rp. 200.000.000. Metode pemilihan ini seringkali di anak tirikan oleh para auditor, krn para auditor sebagaian besar terkadang lebih melirik pada nilai kontrak yang tergolong “mewah’, sehingga terkadang proses PL pun tidak dilaksanakan sesuai ketentuan oleh PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/PjPHP. 

Menurut hemat penulis, pelaksanaan PL ini sangat rawan akan penyimpangan. Salah satu modusnya adalah pekerjaan dilaksanakan terlebih dahulu, setelah itu baru dilakukan kelengkapan administrasinya. Ada kalanya Pejabat Pengadaan disodorkan administrasi beserta dokumen-dokumen tersebut tanpa mengetahui dengan jelas pelaksanaannya (siapa pemenangnya?, bagaimana cara penyusunan HPS?) karena ketakutan akan kehilangan jabatan akibat diancam oleh pimpinannya, akhirnya Pejabat Pengadaan dengan “terpaksa” (dalam keadaan sadar) ikut menandatangani dokumen-dokumen tersebut. Modus lainnya yaitu PA/KPA tidak mengumumkan paket pekerjaan PL pada Rencana Umum Pengadaan (RUP), sehingga terindikasi tidak transparansi dalam pengelolalaan PBJ. 

Sebagaimana Perpres 16/2018 pada pasal (3) menyatakan : “Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia dilakukan melalui aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung”, maka pelaksanaan PL seyogyanya dilakukan juga secara elektronik dengan memanfaatkan SPSE, sebagaimana pelaksanaan seperti tender/seleksi/e-purchasing. Pada saat tulisan ini dibuat, LKPP telah melakukan pengembangan SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) salah satunya adalah mengakomodir pelaksanaan PL dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan SPSE tersebut yang dikenal dengan e-pengadaan langsung yang dapat dioperasikan menggunakan SPSE Versi 4.2. Terobosan LKPP terhadap hal ini perlu diberikan apresiasi, karena pelaksanaan PL sudah tidak dilaksanakan secara manual serta berdasarkan real-time. Semoga terobosan LKPP ini dapat mendukung pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah berjalan secara efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel. 

Pada tulisan ini dengan mengacu pada Peraturan LKPP nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, khususnya membahas PL untuk : 
  1. Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp. 100.000.000;
  2. Barang/Jasa Lainnya dengan nilai di atas Rp. 50.000.000 sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000;
  3. Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp. 200.000.000;
Dengan alur pelaksanaan PL yang dilakukan oleh pejabat pengadaan dengan asumsi bahwa SPSE sudah ada fitur e-pengadaan langsung, sebagai berikut : 
  1. PA/KPA mengumumkan RUP;
  2. PA/KPA menetapkan PPK dan Pejabat Pengadaan; 
  3. PPK dan pejabat pengadaan memohon kepada LPSE untuk mendapatkan akun SPSE; 
  4. PPK menetapkan dokumen persiapan pengadaan yaitu spesifikasi teknis / kerangka acuan kerja (KAK), HPS, penetapan rancangan kontrak (bentuk SPK) dan gambar (bila ada); 
  5. PPK menyampaikan dokumen persiapan pengadaan sebagaimana pada point (4) kepada Pejabat Pengadaan; 
  6. Pejabat pengadaan melakukan reviu dokumen persiapan pengadaan dari PPK sebagai point (5). Jika dalam reviu tersebut, diperlukan perubahan maka pejabat pengadaan mengusulkan kepada PPK untuk dilakukan perubahan hasil reviu PPK. Apabila dokumen persiapan pengadaan dinyatakan lengkap dan telah memenuhi kriteria sebagaiamana peraturan perundang-undangan, maka pejabat pengadaan melakukan pemilihan penyedia; 
  7. Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait pekerjaan yang akan dilaksanakan dan harga, antara lain melalui media elektronik dan/atau non-elektronik; 
  8. Dalam hal informasi sebagaimana dimaksud dalam point (7) tersedia, Pejabat Pengadaan membandingkan harga dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda. Perbandingan referensi terhadap informasi tersebut, dianjurkan agar didokumentasikan untuk dijadikan dasar survey; 
  9. Pejabat pengadaan menyusun dan menetapkan dokumen pemilihan yang terdiri dari dokumen kualifikasi dan dokumen pengadaan langsung; 
  10. Pejabat Pengadaan mengundang calon Penyedia yang diyakini mampu untuk menyampaikan penawaran administrasi, teknis, harga dan kualifikasi. Bagaimana caranya agar pejabat pengadaan yakin pelaku usaha itu mampu dalam melaksanakan pekerjaan ini. Tentunya untuk menilai kemampuan, idealnya pejabat pengadaan memiliki referensi terhadap kualitas dan kuantitas calon penyedia yang akan diundang untuk memasukan penawaran. Pada prinsipnya, pejabat pengadaan harus memiliki dasar yang kuat serta dapat dipertanggungjawabkan bahwa calon penyedia tersebut mampu melaksanakan pekerjaan. Karena seringkali ada “titipan” atasan dari pejabat pengadaan untuk membagi – bagi paket PL kepada kolega, keluarga, tim sukses maupun pihak tertentu tanpa pertimbangan sesuai dengan prinsip pengadaan dan terindikasi monopoli; 
  11. Undangan dilampiri spesifikasi teknis dan/atau gambar serta dokumen-dokumen lain (dokumen kualifikasi dan dokumen pengadaan langsung) yang menggambarkan jenis pekerjaan yang dibutuhkan; 
  12. Calon Penyedia yang diundang menyampaikan penawaran administrasi, teknis, harga dan kualifikasi dengan metode penyampaian penawaran satu file secara langsung sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam undangan. Walaupun dalam Perlem KPP 9/2018 tidak mewajibkan calon penyedia menyampaikan isian kualifikasi, namun menurut saya alangkah baiknya agar diminta untuk calon penyedia menyampaikan isian kualifikasi secara elektronik; 
  13. Pejabat Pengadaan membuka penawaran dan mengevaluasi administrasi, teknis dan kualifikasi dengan sistem gugur, melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi harga untuk mendapatkan Penyedia dengan harga yang wajar serta dapat dipertanggungjawabkan. 
  14. Negosiasi harga dilakukan berdasarkan HPS dan/atau informasi lain sebagaimana dimaksud point (7); 
  15. Dalam hal negosiasi harga tidak menghasilkan kesepakatan, Pengadaan Langsung dinyatakan gagal dan dilakukan Pengadaan Langsung ulang dengan mengundang Pelaku Usaha lain. 
  16. Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung yang terdiri dari : (a). nama dan alamat Penyedia; (b). harga penawaran terkoreksi dan harga hasil negosiasi; (c). unsur-unsur yang dievaluasi (apabila ada); (d). hasil negosiasi harga (apabila ada); (e). keterangan lain yang dianggap perlu; dan (f). tanggal dibuatnya Berita Acara;
  17. Pejabat Pengadaan melaporkan hasil Pengadaan Langsung kepada PPK;
Demikian pendapat saya, semoga bermanfaat...