Sabtu, 28 Desember 2019

Tentang E-Reverse Auction Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah



Sebelum membahas e-reverse auction, kita perlu mengetahui konsep dasarnya. Kata Auction berasal dari bahasa Inggris yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai lelang. Sedangkan dalam bahasa latin disebut sebagai augere/auctus yang artinya meningkat (augment/to increase). Sementara reverse yang merupakan kosakata dari bahasa Inggris diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya kebalikan. Jadi e-reverse auction dapat diartikan sebagai kebalikan dari mekanisme pelelangan yang dilakukan melalui sistem elektronik. Mengapa disebut sebagai kebalikan dari lelang? Dalam praktek lelang pada umumnya, penjual melakukan lelang barangnya dengan limit harga dasar barang tersebut, kemudian para pembeli/peserta lelang saling menaikkan harga sedikit demi sedikit dari limit harga dasar barang tersebut dalam waktu yang telah ditentukan, dan penawar yang memberikan penawaran tertinggi yang diperbolehkan membeli barang tersebut. Sehingga lelang merupakan proses membeli dan menjual barang atau jasa dengan cara menawarkan pada penawar, lalu menjual barang pada penawar harga tertinggi. Untuk itu, e-reverse auction merupakan kebalikan dari proses lelang.

Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, e-reverse auction merupakan hal baru yang diatur dalam regulasi pengadaan, yakni termaktub dalam Perpres 16/2018 yaitu pada:

Pasal 1 nomor 40 yang menyatakan bahwa "E-Reverse Auction adalah metode penawaran harga secara berulang".

Pasal 50 ayat 11 yang menyatakan bahwa "Penawaran harga dapat dilakukan dengan metode penawaran harga secara berulang (E-reverse Auction)


Kata "dapat" dalam pasal 50 ayat 11 tersebut, mengisyaratkan bahwa e-reverse auction bersifat opsi. Artinya, e-reverse auction dapat dilaksanakan apabila memenuhi keadaan/kriteria barang/jasa yang akan dilakukan pemilihannya. Untuk mengetahui tentang teknis pelaksanaan e-reverse auction, kita dapat merujuk pada beberapa regulasi yaitu Peraturan LKPP 9/2018 maupun aturan teknis melalui Peraturan Menteri PUPR 07/PRT/M/2019.

E-Reverse Auction Dalam Peraturan LKPP 9/2018

Dalam proses pemilihan Tender Cepat, diisyaratkan menggunakan penyampaian penawaran harga berulang (e-reverse auction). Hal ini setidaknya dapat dilihat dalam Peraturan LKPP 9/2018 yaitu pada halaman 27 yang menyatakan bahwa "Metode penyampaian penawaran dalam Tender Cepat menggunakan penyampaian penawaran harga berulang (E-reverse Auction)" dan pada halaman 41 yang menyatakan bahwa "E-Reverse Auction dapat dilaksanakan sebagai metode penyampaian penawaran harga berulang dalam Tender Cepat yang ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan". Dengan melihat redaksi pengaturan e-reverse auction pada halaman 27 dan 41 tersebut,  dapat disimpulkan bahwa dalam tender cepat, e-reverse auction harus digunakan. Mengapa harus digunakan? Karena tender cepat pada dasarnya dilaksanakan karena spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara rinci serta Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SIKAP). Oleh karena spesifikasi, volume pekerjaan dan pelaku usaha telah terkualifikasi, maka penggunaan e-reverse auction merupakan pilihan yang tepat dalam pertimbangan prinsip efektif dan efisien untuk mewujudkan tujuan pengadaan yakni value for money.

Dalam Peraturan LKPP 9/2018 di halaman 41 menyatakan bahwa "E-reverse Auction dapat dilaksanakan sebagai tindak lanjut tender yang hanya terdapat 2 (dua) penawaran yang lulus evaluasi teknis untuk berkompetisi kembali dengan cara menyampaikan penawaran harga lebih dari 1 (satu) kali dan bersifat lebih rendah dari penawaran sebelumnya". Dari pengaturan tersebut dapat saya simpulkan beberapa hal :

  1. E-Reverse Auction dapat digunakan hanya untuk Tender. Sedangkan untuk seleksi, tidak diisyaratkan menggunakan e-reverse auction.
  2. E-reverse auction dapat digunakan apabila adanya 2 (dua) penawaran yang lulus evaluasi teknis, dan kemudian 2 (dua) penawar tersebut menyampaikan penawaran harga lebih dari 1 (satu) kali dan bersifat lebih rendah dari harga sebelumnya. Apa yang dimaksud dengan menyampaikan penawaran harga lebih dari 1 (satu) kali?. Artinya, bahwa penawar bisa menyampaikan penawaran harga lebih dari 1 (satu) kali pada waktu pelaksanaan e-reverse auction yang telah ditetapkan oleh pokja pemilihan. Untuk itu pokja pemilihan, apabila menyatakan tender menggunakan e-reverse auction maka indikator penentuan jangka waktu pelaksanaanya ditentukan berdasarkan jastifikasi atas kompleksitas pekerjaan dan/atau persaingan pasar. Penentuan e-reverse auction digunakan/tidak digunakan beserta jangka waktu pelaksanaan harus dituangkan oleh pokja pemilihan dalam dokumen pemilihannya. Bagaimana jika yang lulus evaluasi teknis hanya 1 (satu) atau lebih dari 2 (dua) penawaran?, tentunya dalam situasi tersebut tidak perlu melaksanakan e-reverse auction

Pada Peraturan LKPP 9/2018 halaman 41 – 42 menyatakan bahwa “E-reverse Auction dapat digunakan antara lain: 

  1. Barang/Jasa rutin, volume besar, dan resikonya rendah;
  2. Barang/Jasa yang memiliki spesifikasi sederhana dan tidak ada perbedaan spesifikasi antar Pelaku Usaha;
  3. Tidak ada tambahan layanan atau pekerjaan lain yang spesifik, misalnya tidak ada penambahan pekerjaan instalasi; dan/atau
  4. Pada pasar persaingan kompetitif dengan jumlah sekurang- kurangnya 2 (dua) peserta yang mampu dan bersedia berpartisipasi pada E-reverse Auction”


Contoh produk/komoditas yang bisa diadakan melalui E-reverse Auction :

  1. bahan bangunan seperti baja, besi, beton, pipa tembaga;
  2. peralatan teknologi informasi standar seperti komputer desktop, perangkat lunak standar, modem, toner catridge;
  3. alat tulis kantor;
  4. bahan kimia dan beberapa produk farmasi umum; atau
  5. pakaian dan seragam dengan ukuran, warna, dan volume yang standar


E-Reverse Auction Dalam Peraturan Menteri PUPR 07/PRT/M/2019

Pada Permen PUPR 07/PRT/M/2019 dalam pasal 74 menyatakan bahwa :

Ayat 1 : “E-reverse Auction dapat dilakukan dalam hal terdapat 2 (dua) peserta tender yang lulus administrasi, teknis, dan kualifikasi”
Ayat 2 : “Dalam hal penawaran terendah setelah e-reverse auction di bawah 80% (delapan puluh persen), dilakukan evaluasi kewajaran harga”

Dalam Permen PUPR 07/2019 pada bagian lampiran II yang mengatur standar dokumen pemilihan penyedia pekerjaan konstruksi baik tender yang menggunakan pascakualifikasi maupun prakualifikasi, beberapa klausul didalamnya yang mengatur e-reverse auction dirangkum sebagai berikut :

  1. Apabila penawaran yang masuk kurang dari 3 (tiga) peserta maka tender dilanjutkan dengan tahap evaluasi penawaran dan kualifikasi, serta selanjutnya dilakukan dalam hal terdapat 2 (dua) peserta yang memenuhi persyaratan administrasi, teknis, dan kualifikasi, dapat dilakukan E-Reverse Auction (apabila sudah didukung oleh SPSE).
  2. Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) penawar yang dinyatakan lulus administrasi, teknis, dan kualifikasi, pokja pemilihan dapat memberikan kesempatan kepada peserta untuk berkompetisi kembali dengan cara menyampaikan penawaran harga lebih dari 1 (satu) kali dan bersifat lebih rendah dari penawaran sebelumnya.
  3. Dalam hal dilakukan e-reverse auction, pokja pemilihan mengundang peserta melakukan e-reverse auction dengan mencantumkan waktu pelaksanaan untuk peserta menyampaikan penawaran berulang dalam kurun waktu yang telah ditetapkan.
  4. Peserta menyampaikan penawaran harga melalui fitur pada aplikasi SPSE atau sistem pengaman dokumen berdasarkan alokasi waktu (batch) atau secara real-time.
  5. Setelah masa penyampaian penawaran berulang berakhir maka sistem akan menginformasikan peringkat berdasarkan urutan posisi penawar (positional bidding) secara real time.
  6. Setelah e-reverse auction dilakukan evaluasi harga
  7. Dalam hal penawaran terendah setelah e- reverse auction di bawah 80% (delapan puluh persen), dilakukan evaluasi kewajaran harga

Pengaturan e-reverse auction dalam Permen PUPR 07/2019, jika dibandingkan dengan Peraturan LKPP 9/2018 terdapat sedikit perbedaan sebagai berikut :

Perbedaan tersebut terletak pada waktu pelaksanaan e-reverse auction. Peraturan LKPP 9/2018 menyatakan bahwa e-reverse auction dilakukan setelah evaluasi teknis. Sementara, dalam Permen PUPR 07/2019 menyatakan bahwa pelaksanaan e-reverse auction setelah evaluasi administrasi, teknis dan kualifikasi.

Oleh karena e-reverse auction dilakukan melalui aplikasi SPSE Versi 4.3, maka tata cara dan panduan pengguna (user guide) SPSE yang diterbitkan oleh LKPP dijadikan pedoman bagi pokja pemilihan dalam mengoperasikan aplikasi SPSE versi 4.3. Dalam user guide tersebut, yang di-upload melalui situs inaproc.id pada tanggal 10 Desember 2019, mengatur e-reverse auction sebagai berikut :

Ketentuan penggunaan Reverse Auction di Aplikasi SPSE 4.3:

  1. Peserta yang lulus Pembuktian Kualifikasi hanya 2 Peserta;
  2. Menggunakan Metode Kualifikasi Pascakualifikasi;
  3. Menggunakan Metode Evaluasi Harga Terendah Sistem Gugur dan Harga Terendah Ambang Batas;
  4. Jasa Konsultansi Badan Usaha ataupun Perorangan tidak ada Reverse Auction;
  5. Penetapan Pemenang Lebih dari 1 Pemenang (Itemized) belum difasilitasi penggunaan Reverse Auction; dan
  6. Upload Dokumen Penawaran untuk Tender Cepat.


Langkah – langkah pokja pemilihan dalam menggunakan e-reverse auction pada aplikasi SPSE versi 4.3 :

Tahapan I : Pokja pemilihan akan menentukan jadwal e-reverse auction pada saat tahapan penetapan pemenang.


Tahapan II : Selanjutnya edit waktu e-reverse auction. Dalam tahapan ini, apabila memberlakukan e-reverse auction maka pokja pemilihan mengatur waktunya berdasarkan waktu yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan. Perlu diketahui bahwa SPSE sampai saat ini, akan membuka konten e-reverse auction secara otomatis apabila ada 2 (dua) penawaran yang lulus pembuktian kualifikasi. Sehingga jika pokja pemilihan tidak memberlakukan e-reverse auction maka untuk menyikapi hal tersebut pokja pemilihan menginput durasi waktu secepat mungkin. Misalnya dari jam 07.00 – 07.01. Hal ini harus dilakukan karena konten penetapan pemenang tidak akan muncul dalam SPSE apabila e-reverse auction tidak selesai melalui SPSE. Jika jadwal sudah diatur, maka pelaku usaha akan mendapatkan pemberitahuan melalui inbox di SPSE mengenai waktu pelaksanaan e-reverse auction. Selama proses e-reverse auction pokja pemilihan tidak dapat melihat harga yang ditawarkan pelaku usaha lain. Pokja pemilihan dapat melihat harga dari pelaku usaha setelah proses e-reverse auction selesai dilakukan.


Tahapan III : Pokja pemilhan klik ‘button’ pembukaan hasil e-reverse auction untuk membuka hasil penawaran dari pelaku usaha


Tahapan IV :  Klik button ’Cetak PDF’ untuk mencetak informasi detil penawaran dalam bentuk file pdf.



Berdasarkan penjelasan diatas, saya berkesimpulan :

  1. Dalam regulasi,  pengaturan e-reverse auction selalu diawali dengan kata “dapat”. Hal ini tentunya, bermakna bahwa e-reverse auction bersifat opsi ataupun tidak wajib dilakukan dalam tender, kecuali pada tender cepat.
  2. Diberlakukan ataupun tidak diberlakukan e-reverse auction dalam tender, harus dinyatakan secara jelas oleh pokja pemilihan dalam dokumen pemilihan. Untuk menentukan e-reverse auction diberlakukan atau tidak diberlakukan, pokja pemilihan memperhatikan karakteristik paket pekerjaan yang akan dilakukan tender dan kemudian disesuaikan dengan kriteria dalam peraturan perundang-undangan.
  3. Apabila pokja pemilihan memberlakukan e-reverse auction, maka dalam dokumen pemilihan, harus ditetapkan jangka waktu pelaksanaan e-reverse auction, hal ini kemudian akan dijadikan landasan pokja pemilihan dalam menginput jangka waktu tersebut dalam SPSE. Untuk pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur dalam SDP Pekerjaan Konstruksi dalam Permen PUPR 07/PRT/M/2019, pengaturan e-reverse auction ditemukan redaksinya pada bagian LDP :
    Sedangkan untuk pengadaan barang dan jasa lainnya, sebagaimana diatur pada SDP melalui Keputusan Deputi Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP Nomor : 3 Tahun 2018, tidak ditemukan adanya konfigurasi redaksi yang mengatur seperti Permen PUPR 7/PRT/M/2019. Untuk itu, pokja pemilihan alangkah baiknya mengadopsi redaksional dari SDP Permen PUPR tersebut, yang disesuaikan dalam dokumen pemilihan, sehingga tender berjalan secara akuntabel.  
  4. Dalam regulasi, jangka waktu pelaksanaan e-reverse auction tidak diatur secara rinci durasinya. Sehingga pokja pemilihan perlu memahami terkait karakteristik pekerjaan serta mampu menganalisis pasar.
  5. Jika tidak memberlakukan e-reverse auction, maka pokja pemilihan dalam menyikapi konten e-reverse auction yang seringkali secara otomatis muncul dalam SPSE  adalah dengan membuat durasi waktu seminimal mungkin.

Demikian pendapat pribadi saya, semoga bermanfaat dan dapat didiskusikan untuk menjadi pembelajaran bersama.. Salam pengadaan...

Label: , , , ,

Rabu, 25 Desember 2019

Pemberian Kesempatan Kepada Penyedia Melampaui Tahun Anggaran



Salah satu permasalahan yang sering terjadi diakhir tahun anggaran adalah pekerjaan yang dilakukan penyedia belum selesai sebagaimana masa pelaksanaan pekerjaan yang diatur dalam kontrak tahun tunggal. Hal ini akan menjadi lebih ruwet jika pengendalian kontrak para pihak tidak dilakukan dengan baik, sehingga mendekati masa berakhir kontrak yang juga bertepatan dengan akhir tahun anggaran menambah kebimbangan PPK dalam mengambil langkah terhadap perlakuan kontrak tersebut. Selain itu, ketakutan adanya resiko hukum yang akan dialami turut andil memberikan kontribusi dalam menciptakan ruang keragu-raguan PPK dalam mengambil keputusan.

 

Tulisan ini dibuat untuk menjelaskan secara umum terkait langkah-langkah yang diambil PPK dalam kontrak pengadaan barang/jasa tahun tunggal yang pekerjaan tidak selesai dilaksanakan oleh penyedia sampai dengan masa pelaksanaan pekerjaan dan diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan tersebut melewati tahun anggaran.

 

Dalam Perpres 16/2018 pasal 56 ayat (1), (2) dan (3) menyatakan sebagai berikut:

 

Ayat (1) : "Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan"

 

Ayat (2) : "Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam adendum kontrak yang didalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan"

 

Ayat (3) : "Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melampaui Tahun Anggaran"

 

Berdasarkan pasal 56 tersebut, beberapa penjelasan yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

  1. Pemberian kesempatan diberikan oleh PPK kepada Penyedia apabila Penyedia gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan kontrak. Pemberian kesempatan tersebut didasari atas penilaian PPK terhadap kemampuan Penyedia dalam menyelesaikan pekerjaan. Kemampuan penyedia dapat dianalisa dari sumber daya yang dimilikinya. Apabila keterbatasan pemahaman PPK terhadap teknis pekerjaan, maka dianjurkan untuk meminta pendapat pihak - pihak yang memiliki kemampuan teknis sesuai jenis pekerjaan. Misalnya pekerjaan konstruksi, PPK dapat meminta pihak konsultan pengawas dan/atau auditor internal untuk memberikan pertimbangan sehingga PPK memiliki referensi dalam mengambil langkah  agar tujuan berkontrak dapat diwujudkan.
  2. Pemberian kesempatan sebagaimana penjelasan point (1) diatas akibat dari kesalahan penyedia. Namun tak selamanya pekerjaan yang tidak selesai sampai dengan berakhirnya masa kontrak merupakan kesalahan penyedia. Adapun kegagalan tersebut lainnya akibat dari PPK / perbedaan kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis/KAK dalam dokumen kontrak ataupun kondisi kahar. Jika kegagalan tersebut mengakibatkan diperlukan penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan maka dilakukan perubahan jadwal pelaksanaan pekerjaan dalam kontrak serta penyedia tidak dikenakan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan. Hal ini dikategorikan sebagai peristiwa kompensasi dan harus dituangkan dalam kontrak.
  3. Pemberian kesempatan diberikan dapat melampaui tahun anggaran. Hal ini tentunya berhubungan dengan mekanisme penganggaran, baik APBN maupun APBD. Jika kontrak menggunakan sumber dana APBN, proses administrasinya teratur karena ada landasan hukum yang cukup jelas. Hal ini berbeda dengan mekanisme APBD yang landasan hukumnya masih bersifat umum sehingga terkadang daerah kurang percaya diri dalam melakukan pemberian kesempatan yang mengakibatkan pengambilan keputusan penanganan kontrak adalah lebih memilih opsi pemutusan atau penghentian kontrak.

Beberapa landasan hukum terkait penganggaran dalam APBN yang digunakan dalam melakukan pemberian kesempatan antara lain Permenkeu Nomor : 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran, sebagaimana telah diubah dengan Permenkeu Nomor : 243/PMK.05/2015. Dan juga pada setiap tahun anggaran, Kementerian Keuangan selalu mengatur terkait dengan pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran akhir tahun anggaran. Misalnya di tahun anggaran 2019, hal ini diatur melalui Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor : Per/13/PB/2019.

Dalam Permenkeu Nomor : 194/PMK.05/2014 jo. Permenkeu Nomor : 243/PMK.05/2015 diatur sebagai berikut :

Pasal 4

(1) Penyelesaian sisa pekerjaan yang dapat dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a.  berdasarkan penelitian PPK, penyedia barang/jasa akan mampu menyelesaikankeseluruhan pekerjaan setelah diberikan kesempatan sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan;

b. penyedia barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai;

c. berdasarkan penelitian KPA, pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan dimaksud dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan dana yang diperkirakan dapat dialokasikan dalam DIPA Tahun Anggaran Berikutnya melalui revisi anggaran.

(2)   Surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:

a. pernyataan kesanggupan dari penyediabarang/jasa untuk menyelesaikan sisa pekerjaan;

b. waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan dengan keten tuan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan;

c. pernyataan bahwa penyedia barang/jasa bersedia dikenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan; dan

d. pernyataan bahwa penyedia barang/jasa tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan pada Tahun Anggaran Berikutnya yang diakibatkan oleh keterlambatan penyelesaian revisi anggaran.

(3) Berdasarkan pertimbangan atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), KPA memutuskan untuk:

a. melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan ke Tahun Anggaran Berikutnya; atau

b. tidak melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan ke Tahun Anggaran Berikutnya.

(4) Dalam rangka mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPA dapat melakukan konsultasi dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Pasal 9

(1) Dalam rangka menyelesaikan sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, PPK melainkan Perubahan Kontrak berkenaan.

(2) Perubahan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:

a. Mencantumkan sumber dana untuk membiayai penyelesaian sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya dari DIPA Tahun Anggaran Berikutnya;

b. Tidak boleh menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan.

(3) Perubahan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebelum jangka waktu Kontrak berakhir.

(4) Penyedia barang/jasa memperpanjang masa beriaku jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai pekerjaan yang telah disimpan oleh PPK, sebelum dilakukan penandatanganan Perubahan Kontrak.

(5) Dalam hal waktu penyelesaian sisa pekerjaan yang tercantum dalam surat kesanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) mengakibatkan denda lebih dari 5% (lima perseratus), penyedia barang/jasa menambah nilai jaminan pelaksanaan sehingga menjadi sebesar 1/ 1000 dikalikan jumlah hari kesanggupan penyelesaian pekerjaan dikalikan nilai Kontrak, atau paling banyak sebesar 9% (sembilan perseratus) dari nilai Kontrak.

 

Bagaimana dengan mekanisme penganggaran APBD dalam menyikapi pemberian kesempatan melewati tahun anggaran? Dalam Permendagri 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2020, pada bagian lampirannya mengatur sebagai berikut :

Dalam hal Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban kepada pihak ketiga terkait dengan:

a. pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran sebelumnya;

b. akibat pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sehingga melampaui Tahun Anggaran 2019 sesuai peraturan perundang-undangan; atau

c. akibat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht);

maka harus dianggarkan kembali pada akun belanja dalam APBD Tahun Anggaran 2020 sesuai kode rekening berkenaan. Tata cara penganggaran dimaksud terlebih dahulu melakukan perubahan atas peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2020 untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2020 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2020.

Jika kita melihat regulasi pada Permenkeu dan Permendagri terkait pemberian kesempatan, terlihat bahwa Permenkeu cukup detail dalam mengatur administrasi, antara lain :

1.    Mengatur batas maksimal waktu pemberian kesempatan maksimal 90 hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan. Hal ini ada sedikit perbedaan dengan Peraturan LKPP 9/2018 yang menyatakan bahwa pemberian kesempatan sampai dengan 50 hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan. Perbedaan ini memang cukup disadari karena aturan LKPP yang merupakan turunan dari Perpres 16/2018 memiliki ruang lingkup pengadaan, sedangkan Permenkeu berkaitan dengan mekanisme penganggaran, sehingga hal ini seyognya dijadikan omnibus law agar dapat menjembatani fungsi pengadaan dan fungsi penganggaran.

2.    Adanya surat pernyataan kesanggupan dari penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan.

3.    Sebagaimana dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor : Per/13/PB/2019 yang menyatakan bahwaKPA menyampaikan pemberitahuan atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya dilampiri fotokopi surat pernyataan kesanggupan menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 90 (Sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang ditandatangani diatas kerta bermaterai kepada Kepala KPPN mitra kerjana, paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah akhir tahun berkenaan

Sedangkan untuk APBD, regulasi terkait pemberian kesempatan tidak sedetail Permenkeu dalam APBN. Sehingga daerah perlu membuat regulasi sendiri dengan salah satu mengadopsi Permenkeu dan dikombinasikan dengan keuangan daerah. Dengan langkah tersebut, paling tidak penyelesaian pekerjaan dan pembayaran atas prestasi pekerjaan yang melewati tahun anggaran telah memiliki payung hukum yang jelas dan sangat memungkinkan untuk dilaksanakan, meskipun solusi yang ditawarkan masih bersifat kedaerahan.

Pada dasarnya, pemberian kesempatan bukan sesuatu yang harus direncanakan dari awal. Pemberian kesempatan adalah opsi terburuk setelah pemutusan kontrak. Sehingga pengendalian kontrak, wajib dilakukan secara maksimal baik oleh PPK maupun Penyedia. Kalaupun harus mengambil opsi pemberian kesempatan, maka Penyedia semaksimal mungkin mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya agar pekerjaan dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Dalam menyikapi permasalahan kontrak, seorang praktisi pengadaan Bapak Mudjisantosa menegaskan agar memperhatikan 2L (logis dan legal)”.

Demikian pendapat pribadi, semoga dapat dijadikan referensi bagi pelaku pengadaan.

Label: , , , ,