Tentang PjPHP dan PPHP Menurut Perpres 16/2018
Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PjPHP) / Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) adalah merupakan salah satu pelaku pengadaan menurut Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 16/2018). Pada regulasi pengadaan sebelumnya yakni Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 54/2010) beserta perubahannya, pelaku pengadaan ini disebut Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PjPHP) / Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Ada perubahan kata “penerima” pada PjPHP/PPHP menjadi “pemeriksa”. Menurut penulis, perubahan kata tersebut merupakan salah satu upaya mempertegas fungsi PjPHP/PPHP yang dulunya seakan-akan menjadi pihak yang ikut bertanggung jawab atas hasil pekerjaan, sekarang lebih pada fungsi hanya memeriksa administratif hasil pekerjaan.
Berikut penjelasan singkat yang sederhana tentang PjPHP/PPHP menurut
Perpres 16/2018 dan beberapa aturan turunannya yakni, Peraturan LKPP.
- PjPHP adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
- PPHP adalah tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling sedikit di atas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling sedikit di atas Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
-
Dari definisi
tersebut dapat ditafsirkan bahwa PjPHP terdiri dari 1 (satu) orang sedangkan
PPHP merupakan tim sehingga terdiri lebih dari 1 (satu) orang. Pengguna
Anggaran (PA) / Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam menetapkan PjPHP/PPHP dianjurkan
memperhatikan sumber daya aparatur dalam organisasinya serta kompleksitas paket
pekerjaan pengadaan barang/jasa serta memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam
Pasal (10) Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan
Barang/Jasa, yaitu :
- memiliki integritas dan disiplin;
- memiliki pengalaman di bidang Pengadaan Barang/Jasa;
- memahami administrasi proses pengadaan barang/jasa;
- menandatangani Pakta Integritas;
PjPHP/PPHP
dilarang merangkap menjadi PPK dan/atau anggota pokja pemilihan pada paket
pekerjaan yang sama.
Berikut
bagan alur serah terima hasil pekerjaan sebagaimana tercantum dalam Peraturan
LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Melalui Penyedia :
Dari
bagan alur tersebut dapat disimpulkan bahwa PjPHP/PPHP ditetapkan oleh PA/KPA untuk
membantu PA/KPA dalam memeriksa administrasi hasil pekerjaan ketika pejabat penandatanganan
kontrak menyerahkan barang/hasil pekerjaan kepada PA/KPA. Artinya bahwa
sebelumnya sudah dilakukan proses serah terima antara penyedia dengan pejabat
penandatanganan kontrak, sehingga fungsi PjPHP/PPHP sangat jelas hanya
memeriksa administrasi dan tidak terlibat dalam memeriksa hasil pekerjaan.
Dalam
Peraturan LKPP 9/2018 mengisyaratkan PjPHP/PPHP melakukan pemeriksaan
administratif proses pengadaan barang/jasa sejak perencanaan pengadaan sampai dengan
serah terima hasil pekerjaan, yang meliputi :
- dokumen program/penganggaran;
- surat penetapan PPK;
- dokumen perencanaan pengadaan;
- RUP/SIRUP;
- dokumen persiapan pengadaan;
- dokumen pemilihan penyedia;
- dokumen kontrak dan perubahannya serta pengendaliannya;
- dokumen serah terima hasil pekerjaan;
-
Hasil pemeriksaan administratif hasil
pekerjaan yang dilakukan oleh PjPHP/PPHP dituangkan dalam Berita Acara Hasil
Pemeriksaan Administratif (BA-HPA). Apabila hasil pemeriksaan administrasi
ditemukan ketidaksesuaian/kekurangan, PjPHP/PPHP melalui PA/KPA memerintahkan
Pejabat Penandatanganan kontrak untuk memperbaiki dan/atau melengkapi
kekurangan dokumen administratif.
Salah satu landasan hukum Perpres
16/2018 adalah Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,
sehingga hadirnya PjPHP/PPHP menurut penulis adalah untuk menciptakan tertib
administrasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Hal ini tentunya terobosan
positif untuk menghindari kesalahan administrasi yang sering dipidanakan pada
waktu – waktu sebelumnya serta mendukung pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan
prinsip-prinsip pengadaan.
Demikian tulisan sederhana ini, semoga
menjadi bahan diskusi dan sharing bagi dunia pengadaan barang/jasa pemerintah. Insha Allah….