Rabu, 25 Desember 2019

Pemberian Kesempatan Kepada Penyedia Melampaui Tahun Anggaran



Salah satu permasalahan yang sering terjadi diakhir tahun anggaran adalah pekerjaan yang dilakukan penyedia belum selesai sebagaimana masa pelaksanaan pekerjaan yang diatur dalam kontrak tahun tunggal. Hal ini akan menjadi lebih ruwet jika pengendalian kontrak para pihak tidak dilakukan dengan baik, sehingga mendekati masa berakhir kontrak yang juga bertepatan dengan akhir tahun anggaran menambah kebimbangan PPK dalam mengambil langkah terhadap perlakuan kontrak tersebut. Selain itu, ketakutan adanya resiko hukum yang akan dialami turut andil memberikan kontribusi dalam menciptakan ruang keragu-raguan PPK dalam mengambil keputusan.

 

Tulisan ini dibuat untuk menjelaskan secara umum terkait langkah-langkah yang diambil PPK dalam kontrak pengadaan barang/jasa tahun tunggal yang pekerjaan tidak selesai dilaksanakan oleh penyedia sampai dengan masa pelaksanaan pekerjaan dan diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan tersebut melewati tahun anggaran.

 

Dalam Perpres 16/2018 pasal 56 ayat (1), (2) dan (3) menyatakan sebagai berikut:

 

Ayat (1) : "Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan"

 

Ayat (2) : "Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam adendum kontrak yang didalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan"

 

Ayat (3) : "Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melampaui Tahun Anggaran"

 

Berdasarkan pasal 56 tersebut, beberapa penjelasan yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

  1. Pemberian kesempatan diberikan oleh PPK kepada Penyedia apabila Penyedia gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan kontrak. Pemberian kesempatan tersebut didasari atas penilaian PPK terhadap kemampuan Penyedia dalam menyelesaikan pekerjaan. Kemampuan penyedia dapat dianalisa dari sumber daya yang dimilikinya. Apabila keterbatasan pemahaman PPK terhadap teknis pekerjaan, maka dianjurkan untuk meminta pendapat pihak - pihak yang memiliki kemampuan teknis sesuai jenis pekerjaan. Misalnya pekerjaan konstruksi, PPK dapat meminta pihak konsultan pengawas dan/atau auditor internal untuk memberikan pertimbangan sehingga PPK memiliki referensi dalam mengambil langkah  agar tujuan berkontrak dapat diwujudkan.
  2. Pemberian kesempatan sebagaimana penjelasan point (1) diatas akibat dari kesalahan penyedia. Namun tak selamanya pekerjaan yang tidak selesai sampai dengan berakhirnya masa kontrak merupakan kesalahan penyedia. Adapun kegagalan tersebut lainnya akibat dari PPK / perbedaan kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis/KAK dalam dokumen kontrak ataupun kondisi kahar. Jika kegagalan tersebut mengakibatkan diperlukan penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan maka dilakukan perubahan jadwal pelaksanaan pekerjaan dalam kontrak serta penyedia tidak dikenakan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan. Hal ini dikategorikan sebagai peristiwa kompensasi dan harus dituangkan dalam kontrak.
  3. Pemberian kesempatan diberikan dapat melampaui tahun anggaran. Hal ini tentunya berhubungan dengan mekanisme penganggaran, baik APBN maupun APBD. Jika kontrak menggunakan sumber dana APBN, proses administrasinya teratur karena ada landasan hukum yang cukup jelas. Hal ini berbeda dengan mekanisme APBD yang landasan hukumnya masih bersifat umum sehingga terkadang daerah kurang percaya diri dalam melakukan pemberian kesempatan yang mengakibatkan pengambilan keputusan penanganan kontrak adalah lebih memilih opsi pemutusan atau penghentian kontrak.

Beberapa landasan hukum terkait penganggaran dalam APBN yang digunakan dalam melakukan pemberian kesempatan antara lain Permenkeu Nomor : 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran, sebagaimana telah diubah dengan Permenkeu Nomor : 243/PMK.05/2015. Dan juga pada setiap tahun anggaran, Kementerian Keuangan selalu mengatur terkait dengan pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran akhir tahun anggaran. Misalnya di tahun anggaran 2019, hal ini diatur melalui Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor : Per/13/PB/2019.

Dalam Permenkeu Nomor : 194/PMK.05/2014 jo. Permenkeu Nomor : 243/PMK.05/2015 diatur sebagai berikut :

Pasal 4

(1) Penyelesaian sisa pekerjaan yang dapat dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a.  berdasarkan penelitian PPK, penyedia barang/jasa akan mampu menyelesaikankeseluruhan pekerjaan setelah diberikan kesempatan sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan;

b. penyedia barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai;

c. berdasarkan penelitian KPA, pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan dimaksud dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan dana yang diperkirakan dapat dialokasikan dalam DIPA Tahun Anggaran Berikutnya melalui revisi anggaran.

(2)   Surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:

a. pernyataan kesanggupan dari penyediabarang/jasa untuk menyelesaikan sisa pekerjaan;

b. waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan dengan keten tuan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan;

c. pernyataan bahwa penyedia barang/jasa bersedia dikenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan; dan

d. pernyataan bahwa penyedia barang/jasa tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan pada Tahun Anggaran Berikutnya yang diakibatkan oleh keterlambatan penyelesaian revisi anggaran.

(3) Berdasarkan pertimbangan atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), KPA memutuskan untuk:

a. melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan ke Tahun Anggaran Berikutnya; atau

b. tidak melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan ke Tahun Anggaran Berikutnya.

(4) Dalam rangka mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPA dapat melakukan konsultasi dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Pasal 9

(1) Dalam rangka menyelesaikan sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, PPK melainkan Perubahan Kontrak berkenaan.

(2) Perubahan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:

a. Mencantumkan sumber dana untuk membiayai penyelesaian sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya dari DIPA Tahun Anggaran Berikutnya;

b. Tidak boleh menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan.

(3) Perubahan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebelum jangka waktu Kontrak berakhir.

(4) Penyedia barang/jasa memperpanjang masa beriaku jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai pekerjaan yang telah disimpan oleh PPK, sebelum dilakukan penandatanganan Perubahan Kontrak.

(5) Dalam hal waktu penyelesaian sisa pekerjaan yang tercantum dalam surat kesanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) mengakibatkan denda lebih dari 5% (lima perseratus), penyedia barang/jasa menambah nilai jaminan pelaksanaan sehingga menjadi sebesar 1/ 1000 dikalikan jumlah hari kesanggupan penyelesaian pekerjaan dikalikan nilai Kontrak, atau paling banyak sebesar 9% (sembilan perseratus) dari nilai Kontrak.

 

Bagaimana dengan mekanisme penganggaran APBD dalam menyikapi pemberian kesempatan melewati tahun anggaran? Dalam Permendagri 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2020, pada bagian lampirannya mengatur sebagai berikut :

Dalam hal Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban kepada pihak ketiga terkait dengan:

a. pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran sebelumnya;

b. akibat pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sehingga melampaui Tahun Anggaran 2019 sesuai peraturan perundang-undangan; atau

c. akibat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht);

maka harus dianggarkan kembali pada akun belanja dalam APBD Tahun Anggaran 2020 sesuai kode rekening berkenaan. Tata cara penganggaran dimaksud terlebih dahulu melakukan perubahan atas peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2020 untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2020 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2020.

Jika kita melihat regulasi pada Permenkeu dan Permendagri terkait pemberian kesempatan, terlihat bahwa Permenkeu cukup detail dalam mengatur administrasi, antara lain :

1.    Mengatur batas maksimal waktu pemberian kesempatan maksimal 90 hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan. Hal ini ada sedikit perbedaan dengan Peraturan LKPP 9/2018 yang menyatakan bahwa pemberian kesempatan sampai dengan 50 hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan. Perbedaan ini memang cukup disadari karena aturan LKPP yang merupakan turunan dari Perpres 16/2018 memiliki ruang lingkup pengadaan, sedangkan Permenkeu berkaitan dengan mekanisme penganggaran, sehingga hal ini seyognya dijadikan omnibus law agar dapat menjembatani fungsi pengadaan dan fungsi penganggaran.

2.    Adanya surat pernyataan kesanggupan dari penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan.

3.    Sebagaimana dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor : Per/13/PB/2019 yang menyatakan bahwaKPA menyampaikan pemberitahuan atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya dilampiri fotokopi surat pernyataan kesanggupan menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 90 (Sembilan puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang ditandatangani diatas kerta bermaterai kepada Kepala KPPN mitra kerjana, paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah akhir tahun berkenaan

Sedangkan untuk APBD, regulasi terkait pemberian kesempatan tidak sedetail Permenkeu dalam APBN. Sehingga daerah perlu membuat regulasi sendiri dengan salah satu mengadopsi Permenkeu dan dikombinasikan dengan keuangan daerah. Dengan langkah tersebut, paling tidak penyelesaian pekerjaan dan pembayaran atas prestasi pekerjaan yang melewati tahun anggaran telah memiliki payung hukum yang jelas dan sangat memungkinkan untuk dilaksanakan, meskipun solusi yang ditawarkan masih bersifat kedaerahan.

Pada dasarnya, pemberian kesempatan bukan sesuatu yang harus direncanakan dari awal. Pemberian kesempatan adalah opsi terburuk setelah pemutusan kontrak. Sehingga pengendalian kontrak, wajib dilakukan secara maksimal baik oleh PPK maupun Penyedia. Kalaupun harus mengambil opsi pemberian kesempatan, maka Penyedia semaksimal mungkin mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya agar pekerjaan dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Dalam menyikapi permasalahan kontrak, seorang praktisi pengadaan Bapak Mudjisantosa menegaskan agar memperhatikan 2L (logis dan legal)”.

Demikian pendapat pribadi, semoga dapat dijadikan referensi bagi pelaku pengadaan.

Label: , , , ,

1 Komentar:

Pada 22 Maret 2022 pukul 11.08 , Blogger muhammad naim mengatakan...

bolehkah adendum kontrak 2 kali

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda