Pemberian Kesempatan Kepada Penyedia Melampaui Tahun Anggaran
Salah satu
permasalahan yang sering terjadi diakhir tahun
anggaran adalah pekerjaan yang dilakukan penyedia belum selesai sebagaimana
masa pelaksanaan pekerjaan yang diatur dalam kontrak tahun tunggal. Hal ini
akan menjadi lebih ruwet jika pengendalian kontrak para pihak tidak dilakukan
dengan baik, sehingga mendekati masa berakhir kontrak yang juga bertepatan
dengan akhir tahun anggaran menambah kebimbangan PPK dalam mengambil langkah
terhadap perlakuan kontrak tersebut. Selain itu, ketakutan adanya resiko hukum yang akan dialami turut andil memberikan
kontribusi dalam menciptakan ruang keragu-raguan PPK
dalam mengambil keputusan.
Tulisan ini
dibuat untuk menjelaskan secara umum terkait langkah-langkah yang diambil PPK
dalam kontrak pengadaan barang/jasa tahun tunggal yang pekerjaan tidak selesai
dilaksanakan oleh penyedia sampai dengan masa pelaksanaan pekerjaan dan
diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan tersebut melewati tahun anggaran.
Dalam
Perpres 16/2018 pasal 56 ayat (1), (2) dan (3) menyatakan sebagai berikut:
Ayat (1) :
"Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa
pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu
menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan
pekerjaan"
Ayat (2) :
"Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam adendum kontrak yang didalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan
sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan
Pelaksanaan"
Ayat (3) :
"Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melampaui Tahun Anggaran"
Berdasarkan
pasal 56 tersebut, beberapa penjelasan yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
- Pemberian kesempatan diberikan oleh PPK kepada
Penyedia apabila Penyedia gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sampai masa
pelaksanaan kontrak. Pemberian kesempatan tersebut didasari atas penilaian
PPK terhadap kemampuan Penyedia dalam menyelesaikan pekerjaan. Kemampuan
penyedia dapat dianalisa dari sumber daya yang
dimilikinya. Apabila keterbatasan pemahaman PPK terhadap teknis pekerjaan,
maka dianjurkan untuk meminta pendapat pihak - pihak yang memiliki
kemampuan teknis sesuai jenis pekerjaan. Misalnya pekerjaan konstruksi,
PPK dapat meminta pihak konsultan pengawas dan/atau auditor internal untuk
memberikan pertimbangan sehingga PPK memiliki referensi dalam mengambil
langkah agar tujuan berkontrak dapat diwujudkan.
- Pemberian kesempatan sebagaimana penjelasan point (1) diatas akibat dari
kesalahan penyedia. Namun tak selamanya pekerjaan yang tidak selesai
sampai dengan berakhirnya masa kontrak merupakan kesalahan penyedia.
Adapun kegagalan tersebut lainnya akibat dari PPK / perbedaan kondisi
lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi
teknis/KAK dalam dokumen kontrak ataupun kondisi kahar. Jika kegagalan
tersebut mengakibatkan diperlukan penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan
maka dilakukan perubahan jadwal pelaksanaan pekerjaan dalam kontrak serta penyedia
tidak dikenakan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan
Pelaksanaan. Hal ini dikategorikan sebagai peristiwa
kompensasi dan harus dituangkan dalam kontrak.
- Pemberian kesempatan diberikan dapat melampaui tahun
anggaran. Hal ini tentunya berhubungan dengan mekanisme penganggaran, baik APBN maupun APBD. Jika
kontrak menggunakan sumber dana APBN, proses administrasinya teratur
karena ada landasan hukum yang cukup jelas. Hal ini
berbeda dengan mekanisme APBD yang landasan
hukumnya masih bersifat umum sehingga terkadang daerah kurang percaya diri dalam melakukan pemberian kesempatan yang mengakibatkan pengambilan keputusan penanganan kontrak adalah lebih memilih opsi pemutusan atau penghentian kontrak.
Beberapa
landasan hukum terkait penganggaran
dalam APBN yang
digunakan dalam melakukan pemberian kesempatan antara lain Permenkeu
Nomor : 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian
Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran,
sebagaimana telah diubah dengan Permenkeu Nomor :
243/PMK.05/2015. Dan juga pada setiap tahun anggaran, Kementerian Keuangan selalu mengatur terkait dengan pelaksanaan
penerimaan dan pengeluaran akhir tahun anggaran. Misalnya di tahun anggaran
2019, hal ini diatur melalui Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor : Per/13/PB/2019.
Dalam Permenkeu Nomor :
194/PMK.05/2014 jo. Permenkeu Nomor : 243/PMK.05/2015 diatur
sebagai berikut :
Pasal 4
(1) Penyelesaian sisa
pekerjaan yang dapat dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. berdasarkan penelitian
PPK, penyedia barang/jasa akan mampu
menyelesaikankeseluruhan pekerjaan
setelah diberikan kesempatan sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari kalender
sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan;
b. penyedia barang/jasa sanggup untuk
menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak
berakhirnya masa pelaksanaan
pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan
kesanggupan yang ditandatangani
di atas kertas bermeterai;
c. berdasarkan
penelitian KPA, pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan dimaksud dapat dilakukan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan dana yang diperkirakan dapat dialokasikan dalam DIPA Tahun Anggaran Berikutnya melalui revisi anggaran.
(2) Surat pernyataan kesanggupan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
a. pernyataan
kesanggupan dari penyediabarang/jasa untuk menyelesaikan sisa pekerjaan;
b. waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan sisa pekerjaan dengan keten tuan
paling lama 90 (sembilan puluh)
hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan;
c. pernyataan bahwa
penyedia barang/jasa bersedia dikenakan
denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan; dan
d. pernyataan
bahwa penyedia barang/jasa tidak
menuntut denda/bunga apabila terdapat
keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan pada Tahun Anggaran Berikutnya yang diakibatkan oleh keterlambatan penyelesaian revisi anggaran.
(3) Berdasarkan pertimbangan
atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), KPA memutuskan
untuk:
a. melanjutkan
penyelesaian sisa pekerjaan ke Tahun
Anggaran Berikutnya; atau
b. tidak
melanjutkan penyelesaian sisa pekerjaan ke Tahun Anggaran
Berikutnya.
(4) Dalam rangka mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPA dapat melakukan konsultasi dengan Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP).
Pasal 9
(1) Dalam rangka menyelesaikan sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke Tahun Anggaran
Berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, PPK melainkan Perubahan Kontrak berkenaan.
(2) Perubahan
Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:
a. Mencantumkan sumber
dana untuk membiayai penyelesaian sisa pekerjaan yang akan dilanjutkan ke Tahun Anggaran Berikutnya dari DIPA Tahun Anggaran Berikutnya;
b. Tidak boleh menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan.
(3) Perubahan Kontrak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebelum jangka waktu Kontrak berakhir.
(4) Penyedia barang/jasa memperpanjang masa beriaku jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai pekerjaan
yang telah disimpan oleh
PPK, sebelum dilakukan penandatanganan Perubahan Kontrak.
(5) Dalam
hal waktu penyelesaian sisa pekerjaan yang tercantum dalam surat kesanggupan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2) mengakibatkan denda lebih dari 5% (lima perseratus), penyedia barang/jasa menambah
nilai jaminan pelaksanaan sehingga menjadi sebesar 1/ 1000 dikalikan jumlah hari kesanggupan penyelesaian pekerjaan dikalikan nilai Kontrak, atau paling banyak sebesar 9% (sembilan perseratus) dari nilai Kontrak.
Bagaimana dengan mekanisme penganggaran APBD dalam menyikapi pemberian kesempatan melewati tahun anggaran? Dalam Permendagri 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2020, pada bagian lampirannya mengatur sebagai berikut :
Dalam hal Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban kepada pihak ketiga
terkait dengan:
a. pekerjaan yang telah
selesai pada tahun anggaran sebelumnya;
b. akibat pemberian
kesempatan kepada penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sehingga melampaui Tahun Anggaran 2019 sesuai peraturan perundang-undangan; atau
c. akibat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht);
maka harus dianggarkan kembali pada akun belanja dalam APBD Tahun Anggaran 2020 sesuai kode rekening
berkenaan. Tata cara penganggaran dimaksud terlebih dahulu melakukan perubahan atas peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD Tahun Anggaran 2020 untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2020 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2020.
Jika kita melihat regulasi
pada Permenkeu dan Permendagri
terkait pemberian kesempatan, terlihat bahwa Permenkeu cukup detail dalam mengatur administrasi, antara lain :
1. Mengatur batas
maksimal waktu pemberian kesempatan maksimal 90 hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan. Hal ini ada sedikit perbedaan
dengan Peraturan LKPP
9/2018 yang menyatakan bahwa
pemberian kesempatan sampai dengan 50 hari kalender sejak
berakhirnya masa pelaksanaan
pekerjaan. Perbedaan ini memang cukup
disadari karena aturan LKPP yang merupakan turunan dari Perpres
16/2018 memiliki ruang lingkup pengadaan, sedangkan Permenkeu berkaitan dengan mekanisme penganggaran, sehingga hal ini
seyognya dijadikan omnibus
law agar dapat menjembatani
fungsi pengadaan dan fungsi penganggaran.
2. Adanya surat pernyataan kesanggupan dari penyedia untuk
menyelesaikan pekerjaan.
3. Sebagaimana dalam
Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor : Per/13/PB/2019 yang menyatakan
bahwa “KPA menyampaikan pemberitahuan atas pekerjaan yang akan dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya dilampiri fotokopi surat pernyataan kesanggupan menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 90 (Sembilan puluh) hari kalender sejak
berakhirnya masa pelaksanaan
pekerjaan yang ditandatangani
diatas kerta bermaterai kepada Kepala KPPN mitra kerjana, paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah
akhir tahun berkenaan”
Sedangkan untuk APBD, regulasi terkait pemberian kesempatan tidak sedetail Permenkeu dalam APBN. Sehingga daerah perlu membuat
regulasi sendiri dengan salah satu mengadopsi Permenkeu dan dikombinasikan dengan keuangan daerah. Dengan langkah tersebut, paling tidak penyelesaian pekerjaan dan pembayaran atas prestasi pekerjaan yang melewati tahun anggaran telah memiliki payung hukum yang jelas dan sangat memungkinkan untuk dilaksanakan, meskipun solusi yang ditawarkan masih bersifat kedaerahan.
Pada dasarnya, pemberian kesempatan bukan sesuatu yang harus direncanakan dari awal. Pemberian
kesempatan adalah opsi terburuk setelah
pemutusan kontrak. Sehingga pengendalian kontrak, wajib dilakukan secara maksimal baik oleh PPK maupun Penyedia. Kalaupun harus mengambil opsi pemberian kesempatan, maka Penyedia semaksimal
mungkin mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya agar pekerjaan dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Dalam menyikapi permasalahan kontrak, seorang praktisi pengadaan Bapak Mudjisantosa menegaskan agar memperhatikan “2L (logis dan
legal)”.
Demikian pendapat pribadi, semoga dapat dijadikan
referensi bagi pelaku pengadaan.
bolehkah adendum kontrak 2 kali
BalasHapus