Namun hidup, seperti halnya birokrasi, jarang memberi jeda terlalu lama. Setelah kembali ke jabatan definitif sebagai Kepala Bagian Pengelolaan LPSE pada BPBJ, saya kembali dilantik oleh Gubernur Maluku Utara, Ibu Sherly Tjoanda pada tanggal 25 Agustus 2025. Beliau melantik saya dalam jabatan baru yang kali ini berada di luar BPBJ.
Perjalanan ini seakan menegaskan satu hal, birokrasi itu dinamis. Kadang ia lebih cepat berubah daripada update aplikasi di ponsel kita. Jika dulu saya merasa telah menemukan “rumah” di BPBJ, kini saya diingatkan bahwa ASN sejati harus siap bukan hanya pindah meja, tapi juga pindah semesta.
Hari itu, Senin, 25 Agustus 2025, langit Sofifi sedang bersih-bersihnya, seakan ikut menyiapkan aula Kantor Gubernur Maluku Utara untuk sebuah prosesi sakral, pelantikan pejabat baru. Di antara wajah-wajah serius dengan Pakaian Sipil Lengkap (PSL), saya berdiri dengan hati yang tidak kalah tegang dari kiper Argentina menghadapi adu penalti melawan Jerman.
Beberapa hari sebelumnya, kabar perpindahan saya sudah berhembus. Bukan hanya sekadar berhembus, tapi berputar-putar seperti gosip selebriti yang penuh drama, penuh versi, dan penuh imajinasi. Rasanya mirip menonton anime One Piece yang ceritanya banyak episode, plotnya panjang, dan ujungnya tetap tidak ketahuan. Saya lebih terkejut bukan pada perpindahannya, melainkan cerita-cerita di balik layar. Semuanya terdengar lebih imajinatif dan manipulatif daripada ramalan jayabaya. Saking banyaknya gosip, saya sempat bertanya pada diri sendiri:
- Apakah kinerja saya buruk?
- Apakah saya tidak loyal?
- Apakah ada pelanggaran yang saya lakukan?
- Apakah Manchester United akhirnya bisa juara Premier League?
Dan, seperti biasa, jawaban paling logis adalah tidak semua pertanyaan butuh jawaban serius, apalagi yang terakhir. Toh, kalau mau seriusi menjawab, pertanyaan terakhir jelas lebih filosofis, karena jawabannya nyaris selalu “tidak.”
Lalu, ketika Surat Keputusan dibacakan, ternyata saya ditempatkan sebagai Kepala Bidang Sarana, Kawasan, dan Data Industri pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku Utara. Sejenak saya kaget, bahkan hampir merasa jadi pemain sepak bola yang tiba-tiba disuruh main bulutangkis. Ada kok raketnya, ada kok shuttlecock-nya, tapi jelas butuh belajar lagi supaya tidak langsung tersingkir di babak penyisihan.
Dua sahabat saya yang juga dilantik ternyata ditempatkan di tempat berbeda. Kalau diibaratkan liga sepakbola, mereka bukan terdegradasi karena berada pada papan bawah klasemen, tapi karena federasi tiba-tiba bilang klubnya bangkrut. Ringkasnya, ini semua bagian dari drama transfer window birokrasi.
Setelah pelantikan, kami melakukan “siloloa” di BPBJ. Sebuah tradisi berpamitan penuh kehangatan. Suasananya syahdu, bukan karena kehilangan jabatan, tapi kehilangan kebersamaan dengan rekan-rekan kerja terbaik.
Saya merenung. Kurang lebih berkarir sampai saat ini selama 24 tahun, saya tidak pernah lepas dari pengadaan barang/jasa. Bahkan, saya sudah mengumpulkan berbagai kompetensi PBJ seperti orang mengoleksi kartu Pokemon. Misalnya kompetensi fasilitator, asesor, mediator, advisor, dan entah berapa lagi. Semua itu saya harap bisa jadi sumbangsih nyata. Namun kini, jabatan baru menuntut sesuatu yang berbeda. Bukan berarti saya tidak mampu, hanya saja ini bukan “zona nyaman” saya.
Sesampainya di rumah, saya ceritakan semua pada ayah saya yang juga seorang panutan birokrat sejati. Beliau hanya tersenyum tipis, lalu berkata "Syukuri saja. Kalau ada orang yang sudah membencimu, jangankan kompetensi yang diraih dari kutub utara, bahkan kalau kamu bisa berenang dari Sofifi ke Tokyo pun, tetap saja kebencian itu tidak akan hilang". Kalimat itu sederhana, tapi menohok. Lalu beliau menutup dengan filosofi pamungkas "Emas itu tetap emas, di mana pun dia berada. Kotoran itu tetap kotoran, meski ditaruh di etalase mewah". Sejak itu, pikiran saya jadi lebih ringan. Jabatan baru bukan hukuman, tapi ruang belajar baru. Lagi pula, birokrasi bukan tentang di mana kita ditempatkan, tapi bagaimana kita memberi makna pada tempat itu.
Bagi saya, kompetensi di bidang PBJ itu bukan sekadar soal bisa menafsirkan Perpres atau menguasai aplikasi SPSE. Ia adalah kompas moral, penuntun arah agar tidak semena-mena dalam menjalankan tugas. Dan jujur saja, saya bangga pernah ditempa di lingkungan itu.
Tapi sekarang, dengan jabatan baru di luar BPBJ, saya harus belajar dunia lain. Dunia industri dan perdagangan, yang jelas punya tantangan berbeda. Kalau di PBJ saya terbiasa dengan kata “efisiensi,” di sini saya mungkin akan lebih sering mendengar kata “daya saing”. Filosofinya hampir sama, tapi praktiknya bisa sangat berbeda. Seorang ASN tidak diukur dari berapa kali ia dipindahkan, melainkan seberapa teguh ia menjaga integritas di mana pun ditempatkan serta berkontribusi secara positif pada organisasi.
Sekilas, saya teringat nasihat almarhumah Ibunda saya. Dengan kata yang sederhana terucap dari lisan beliau, dirangkum dalam sebuah nasehat yang bijaksana, jika bisa saya susun kalimatnya secara filosofis, mungkin pesannya adalah “Jangan takut ditempatkan di mana saja. Kalau kau punya ilmu, jangan simpan hanya di satu wadah. Kau itu seperti air. Di kendi kau jadi dingin, di gelas kau jadi jernih, di panci kau bisa mendidih. Yang penting jangan pernah berubah rasa, tetaplah air”.
Kalimat itu kembali menggema di kepala saya. Mungkin inilah makna mutasi. Bukan sekadar perpindahan jabatan, melainkan ujian, apakah saya tetap bisa menjadi “air” yang bermanfaat, meski wadahnya berbeda?
Saya pun tersenyum. Birokrasi, seaneh dan sedramatis apapun, rupanya hanyalah jalan panjang untuk menguji konsistensi. Selama saya tetap memegang prinsip jujur, tidak mengambil yang bukan hak, dan berusaha tidak menyakiti orang lain. Saya yakin, di mana pun ditempatkan, saya tidak akan kehilangan arah.
Akhirnya saya memahami, perjalanan sebagai ASN ibarat membaca buku tebal dengan jumlah halaman yang tak diketahui. Kadang kita nyaman di satu bab, lalu tiba-tiba dipaksa berpindah ke bab berikutnya. Ada bab penuh teori, ada bab penuh drama, ada pula yang kosong seperti kertas ujian tak terisi. Namun semuanya adalah satu kisah besar, pengabdian.
Pelantikan 25 Agustus 2025 bukan sekadar pergantian jabatan, melainkan pengingat bahwa jabatan hanyalah titipan. Dan setiap titipan kelak akan dimintai pertanggungjawaban, bukan hanya oleh atasan atau sistem, tetapi juga oleh hati nurani kita dan sang Khalik.
Saya yakin, di tempat baru ini saya akan menemukan ruang untuk tetap berkarya, berkolaborasi, dan menyalakan api kompetensi yang sudah lama diasah. Karena birokrasi, pada akhirnya, bukan sekadar ruang kerja. Ia adalah jalan panjang untuk mendewasakan diri. Dan saya percaya, dengan rekan-rekan kerja baru yang hebat, perjalanan ini akan jadi petualangan yang layak ditulis dalam episode berikutnya. Siapa tahu, perjalanan ini akan lebih seru daripada menunggu ending One Piece, dan mungkin lebih realistis ketimbang berharap Manchester United juara Priemere League.
Komentar
Posting Komentar