Tanggal 28 Desember 2023, sekitar pukul 10.00 WIB, saya mendarat di Bandara Soekarno Hatta Jakarta setelah menempuh perjalanan dari Bandara Sultan Baabullah, Ternate. Begitu ponsel saya aktif, berbagai pesan WhatsApp mulai masuk. Sebagian besar berisi tautan berita daring yang menyampaikan bahwa saya telah ditunjuk oleh Plt. Gubernur Maluku Utara, Bapak M. Al Yasin Ali, sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Pengadaan Barang/Jasa Setda Provinsi Maluku Utara. Berita itu datang tanpa aba-aba, seperti angin yang menyingkap tirai tenang jiwa. Saat itu saya sedang menjabat Kepala Bagian LPSE, dan sama sekali tidak merasa bahwa sebuah penugasan baru sedang mengarah kepada saya. Tidak ada lobi, tidak ada intrik, tidak ada langkah-langkah khas dunia birokrasi yang biasanya mendahului sebuah jabatan. Dan justru karena itulah, saya tahu: ini bukan soal ambisi. Ini tentang garis hidup yang sedang menampakkan bentuknya.
Saya mengonfirmasi ke Badan Kepegawaian Daerah. Mereka membenarkan. Maka dimulailah pertemuan antara takdir dan kesadaran, antara panggilan dan kegamangan. Di dalam dada, rasa syukur berbenturan dengan rasa takut. Ada gema keraguan yang memantul di lorong batin. Terlebih, hanya sepuluh hari sebelumnya, KPK melakukan OTT di daerah kami—dan salah satu sumbunya adalah pengadaan barang/jasa.
Dalam kondisi seperti itu, jabatan bukan kehormatan. Ia lebih menyerupai medan ranjau—sebuah bentangan tanggung jawab yang siap menguji bukan hanya akal, tapi juga akhlak. Di tengah suasana yang masih bergolak, berbagai pertanyaan dalam hati muncul. “Apakah ekosistem pengadaan akan tetap terperangkap dalam pola lama yang sarat kompromi?”, “Apakah saya sanggup menjadi penyeimbang, atau malah menjadi bagian dari simfoni yang tak saya kehendaki?”. Dan pertanyaan terberat adalah “Apakah saya cukup kuat menjaga integritas, ketika godaan datang dengan wajah yang tampak wajar?”. Pertanyaan yang menghiasi hati kemudian saya meminta petuah Ayah untuk mendapatkan jawaban.
Saya kemudian menghubungi Ayah, lelaki bijak yang telah menapaki jalan birokrasi jauh sebelum saya. Dengan suara tenang ia berkata : “Rasa takut itu baik. Ia tanda bahwa kamu masih waras secara moral. Hanya orang yang terlalu percaya diri yang akan gegabah menjemput amanah”. Petuah beliau seperti air yang menenangkan bara. Dalam kesederhanaan ucapannya, saya menangkap pesan besar: bahwa ketakutan adalah bagian dari tanggung jawab. Hanya dengan rasa takut kita bisa tetap waspada, tetap rendah hati, dan tetap menyandarkan diri kepada Tuhan. Petuah beliau seolah menjadi cahaya dalam keraguan. Sebelum menutup percakapan, beliau menambahkan pesan yang mengendap dalam hati saya hingga kini. Sebuah nasihat yang selaras dengan pandangan Imam Al-Ghazali : "Kepemimpinan adalah ibadah paling utama bila dijalankan dengan adil dan ikhlas. Namun orang-orang bertakwa cenderung menghindarinya karena beratnya tanggung jawab. Sebab di dalamnya tersembunyi godaan cinta kekuasaan, ambisi, dan kemudahan dunia yang menyesatkan. Maka, jika jabatan datang tanpa diminta, embanlah dengan penuh amanah, sebagai bentuk syukur dan ladang pertanggungjawaban di akhirat". Saya terdiam cukup lama setelah sambungan telepon itu berakhir. Hati saya perlahan menerima, bahwa ini bukan sekadar penunjukan jabatan. Ini adalah ujian batin, pembuktian diri, dan pengabdian spiritual dalam wujud birokrasi.
Pada 15 Mei 2025, saya resmi mengakhiri tugas sebagai Plt. Kepala Biro PBJ, setelah 504 hari menjalankan amanah tersebut. Perjalanan itu penuh pelajaran, ujian, dan pengalaman. Saya yakin, masih ada yang belum puas atas kinerja saya, dan itu wajar. Saya sadar akan segala keterbatasan saya. Namun di balik itu, saya telah belajar banyak: bagaimana bekerja lebih efisien, bagaimana menghadapi tekanan, dan bagaimana menjaga integritas di tengah badai. Dari perjalanan ini, saya belajar bahwa birokrasi bukan hanya soal regulasi dan prosedur, tapi tentang keteguhan hati, disiplin diri, dan ketulusan dalam melayani.
Kini, amanah itu telah berpindah tangan kepada sosok yang lebih mumpuni. Dengan hadirnya Gubernur Maluku Utara Ibu Sherly Tjoanda, Wakil Gubernur Bapak Sarbin Sehe, dan juga Bapak Samsuddin Abdul Kadir sebagai birokrat sejati, saya percaya masa depan pengadaan Maluku Utara akan jauh lebih baik.
Saya tetap akan berdedikasi sebagai Kepala Bagian Pengelolaan LPSE sesuai dengan fungsi dan tugas saya dalam mengikuti orkestrasi alunan pengadaan barang/jasa pemerintah serta penuh loyalitas kepada pimpinan baru Biro PBJ. Tulisan ini bukan untuk membanggakan, tapi sebagai pengingat diri bahwa sekecil apapun amanah, ia harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Dan sebagai momentum untuk kembali melakukan rutinitas yang sudah jarang dilakukan semenjak diberikan tugas tambahan sebagai Plt Kepala Biro PBJ seperti menulis dan bermain alat musik.
Akhirnya, saya menyadari: jabatan bukanlah mahkota, tapi ujian. Amanah ini tidak hanya memperkaya pengalaman teknis saya, tapi juga memperdalam pemahaman spiritual saya: bahwa jabatan adalah titipan, kekuasaan adalah ujian, dan pengabdian adalah jalan menuju ridha-Nya. Semoga Allah SWT menerima ikhtiar ini sebagai bentuk syukur dan pengabdian yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya.
Komentar
Posting Komentar