Rabu, 12 April 2017

Pemberian Penjelasan (Aanwijzing) dalam E-Tendering

Pemberian Penjelasan atau biasa disebut aanwijzing dalam E-Tendering adalah sebuah proses tahapan dalam pemilihan penyedia barang/jasa secara elektronik. Aanwijzing dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada pasal 77 ayat (1) “Untuk memperjelas Dokumen Pengadaan Barang/Jasa, kelompok kerja ULP/Pejabat Pengadaan mengadakan pemberian penjelasan”. Teknis pelaksanaan pemberian penjelasan diatur dalam Peraturan Kepala LKPP Nomor 1 Tahun 2015 tentang E-Tendering sebagaiamana berikut ini :

Di dalam Perka tersebut, tidak diatur secara jelas tentang berapa lama alokasi waktu untuk pemberian penjelasan. Hal ini terkadang menjadi diskusi hangat para peserta pelelangan. Mereka merasa alokasi waktu 1 (satu) jam tidak cukup dalam pemberian penjelasan, bahkan di beberapa daerah, pokja mengalokasikan waktu hanya 30 (tiga puluh) menit saja. Padahal pemberian penjelasan adalah merupakan sarana komunikasi antara peserta lelang dengan pokja terkait dengan dokumen pengadaan.
Sebelum terbitnya Perka LKPP nomor 1/2015 sebagaimana disampaikan diatas tadi, berlaku Perka nomor 18/2012 tentang Tata Cara E-Tendering yang mengatur pemberian penjelasan sebagaimana berikut :

Dalam Perka 18/2012 (yang sekarang sudah tidak berlaku lagi), khususnya yang mengatur pemberian penjelasan tercantum “Dalam pemberian penjelasan, harus dijelaskan kepada peserta mengenai :....”. Kalimat harus dijelaskan tersebut jelas memiliki arti bahwa pokja harus menjelaskan hal-hal dalam dokumen pengadaan sebagaimana yang diuraikan dalam perka tersebut. Tapi dengan terbitnya Perka LKPP 1/2015, klausul tersebut sudah dihilangkan dan Perka 18/2012 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Menariknya, walau tidak mengatur teknis E-Tendering, namun pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 31/PRT/M/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, khususnya yang diatur dalam Buku Pedoman Pekerjaan Kontruksi mengatur Pemberian Penjelasan sebagaimana berikut :

Permen PU tersebut, memiliki kemiripan kalimat dengan Perka LKPP 18/2012 sebagaimana tertera “Dalam pemberian penjelasan, harus dijelaskan kepada peserta mengenai :....”. 


Dari pertimbangan tersebut, saya menyimpulkan beberapa hal :
1.      Peserta lelang sebaiknya aktif berinteraksi pada saat pemberian penjelasan. Agar lebih efektif, baiknya siapkan pertanyaan – pertanyaan dalam bentuk microsoft word (*.doc) dan diunggah melalui konten dalam pemberian penjelasan pada SPSE;
2.      Walaupun tidak ada pertanyaan dari peserta lelang dalam pemberian penjelasan, pokja dianjurkan menjelaskan mengenai dokumen pengadaan terutama pada hal – hal yang menggugurkan penawaran. 
3.   Walaupun tidak ada aturan yang mengatur durasi waktu pemberian penjelasan, namun dalam mengalokasi waktu pemberian penjelasan, pokja baiknya mempertimbangkan karakteristik dan kompleksitas pekerjaan.

Demikian, semoga dapat menjadi bahan diskusi bagi insan pengadaan barang/jasa.

Senin, 10 April 2017

SPSE Versi 4


Pemilhan penyedia barang/jasa yang dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Maluku Utara mulai pada tahun  2017 dilaksanakan dengan menggunakan Sistem Pengadaan secara elektronik (SPSE) versi 4 melalui portal http://lpse.malutprov.go.id/eproc4. Diharapkan SPSE Versi 4 ini yang telah dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menjadi sarana yang lebih efektif, efisien, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel dalam melakukan pemilihan penyedia barang/jasa. Pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan menggunakan SPSE versi 4, juga menjadi perhatian khusus Kementerian Dalam Negeri sebagaiamana Surat Edaran Menteri Dalam Negeri nomor : 356/4429/SJ tanggal 21 November 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Aksi Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Pemerintah Daerah Tahun 2016 dan Tahun 2017 yang salah satunya adalah kewajiban daerah untuk menggunakan SPSE Versi 4 dalam melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa.
Berikut ini beberapa panduan secara umum dalam  menggunakan SPSE Versi 4 oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kelompok Kerja (Pokja), dan Penyedia. 
1. Panduan SPSE Versi 4 untuk PPK
2. Panduan SPSE Versi 4 untuk Pokja
3. Panduan SPSE Versi 4 untuk Penyedia

Hal - hal lebih teknis disarankan dapat menghubungi LPSE setempat.
Demikian, semoga bisa bermanfaat.
 

Minggu, 02 April 2017

Pengadaan Langsung Secara Umum

    


Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa (Pasal 1 Perpres 54/2010 beserta perubahannya). Dari defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengadaan barang dan jasa bukan hanya sebatas memilih penyedia saja, tapi lebih luas dari itu. Pengadaan barang/jasa dimulai sejak perencanaan kebutuhan penyusunan rencana pelaksanaan pengadaan, pemilihan penyedia, penandatanganan kontrak, pelaksanaan dan pengendalian kontrak, sehingga diterimanya barang/jasa.
Kali ini saya ingin menulis terkait pemahaman saya terhadap Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah khususnya terkait dengan metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan cara pengadaan langsung.
Dalam memilih penyedia barang/jasa, perpres 54/2010 beserta perubahannya pada pasal 35 telah mengatur metode pemilihan penyedia barang/jasa sebagaimana berikut ini :

(1)   ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.
(2)      Pemilihan Penyedia Barang dilakukan dengan:
a.  Pelelangan Umum;
b.  Pelelangan Terbatas;
c.   Pelelangan Sederhana;
d.  Penunjukan Langsung;
e.   Pengadaan Langsung; atau
f.     Kontes;
(3)    Pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi dilakukan dengan:
a. Pelelangan Umum;
b. Pelelangan Terbatas;
c. Pemilihan Langsung;
d. Penunjukan Langsung; atau
e. Pengadaan Langsung.
(3a)  Pemilihan Penyedia Jasa Lainnya dilakukan dengan:
a. Pelelangan Umum;
b. Pelelangan Sederhana;
c. Penunjukan Langsung;
d. Pengadaan Langsung; atau
e. Sayembara.
(4)   Kontes/Sayembara dilakukan khusus untuk pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya yang merupakan hasil Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.

Pada pasal 35 tersebut, jelas menyatakan bahwa ULP/Pejabat Pengadaan yang menysusun dan menetapkan metode pemilihan, sehingga ULP/Pejabat pengadaan harus paham tentang karakteristik masing – masing metode tersebut. Untuk itu dalam tulisan ini, penulis hanya membahas mengenai salah satu metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan cara pengadaan langsung.

Apa itu  pengadaan langsung? Defenisi pengadaan langsung pada pasal 1 Perpres 54/2010 beserta perubahnnya yaitu “Pengadaan Langsung adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan/ Seleksi/Penunjukan Langsung”. Oleh karena tanpa melalui pelelangan dan seleksi, maka metode ini bagi masyarakat umum sering mencurigai adanya potensi perbuatan KKN oleh PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan, sehingga PA/KPA dilarang menggunakan metode Pengadaan Langsung sebagai alasan untuk memecah paket Pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari pelelangan.

Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk pengadaan jasa konsultansi bernilai paling tinggi Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), dengan ketentuan:
a.  kebutuhan operasional K/L/D/I;
b.  teknologi sederhana;
c.  risiko kecil; dan/atau
d. dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orang-perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil.

TAHAPAN PENGADAAN LANGSUNG

1.     PA/KPA mengumumkan Rencana Umum Pengadaan (RUP) di website K/L/D/I masing-masing serta pada portal http://sirup.lkpp.go.id.
2.       PA/KPA menetapkan PPK.
3.     PPK menetapkan HPS, Spesifikasi Teknis, Rancangan SPK (jika menggunakan SPK)/bukti perjanjian yang akan didapatkan dan gambar (jika ada). Khusus pengadaan langsung yang nilainya sampai dengan Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) yang menggunakan bukti pembelian, PPK tidak perlu menyusun HPS.
4.    PPK menyampaikan HPS (jika yang menggunakan HPS), Spesifikasi Teknis, Rancangan SPK (jika menggunakan SPK)/bukti perjanjian yang akan didapatkan dan gambar (jika ada) kepada Pejabat Pengadaan untuk selanjutnya dilakukan proses pengadaan langsung.
5.      Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.
6.   Pengadaan Langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar kepada Penyedia yang memenuhi kualifikasi. Bukti perjanjian untuk pengadaan langsung hanya bukti pembelian, kuitansi hingga SPK saja.
7.     Pejabat Pengadaan melakukan kaji ulang terhadap perintah pengadaan langsung PPK. Kaji ulang tersebut, Pejabat Pengadaan dapat mengusulkan perubahan spesifikasi, HPS dan SPK/bukti perjanjian lainnya.
8.     Pejabat Pengadaan melakukan Pemilihan Penyedia Barang dengan metode Pengadaan Langsung dilakukan dengan memilih dua cara yaitu :
a     Pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang yang menggunakan   bukti pembelian dan kuitansi, yang secara umum meliputi :
1.    Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memerintahkan Pejabat Pengadaan untuk melaksanakan proses pengadaan langsung;
2.     Pejabat Pengadaan dapat memerintahkan seseorang untuk melakukan proses pengadaan langsung untuk barang/jasa lainnya yang harganya sudah pasti dan tidak bisa dinegosiasi sekurang-kurangnya meliputi:
Ø  Memesan barang sesuai dengan kebutuhan atau mendatangani langsung ke penyedia barang;
Ø  Melakukan transaksi;
Ø  Melakukan pembayaran;
Ø  Menerima bukti pembelian atau kwitansi;
Ø  Melaporkan kepada Pejabat Pengadaan;
3.        Pejabat Pengadaan meneliti dan mempertanggungjawabkan proses pengadaan langsung
4.         Pejabat Pengadaan menyerahkan bukti pembelian atau kwitansi kepada PPK

b    Permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Penyedia untuk Pengadaan barang yang menggunakan SPK, yang secara umum meliputi :
1.     Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait pekerjaan yang akan dilaksanakan dan harga, antara lain melalui media elektronik dan/atau non-elektronik;
2.    Pejabat Pengadaan membandingkan harga dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda;
3.     Pejabat Pengadaan mengundang calon Penyedia yang diyakini mampu untuk menyampaikan penawaran administrasi, teknis, dan harga;
4.    Undangan dilampiri spesifikasi teknis dan/atau gambar serta dokumen-dokumen lain yang menggambarkan jenis pekerjaan yang dibutuhkan. Perlu diketahui bahwa pengadaan langsung yang menngunakan SPK mengacu pada Standar Dokumen Pengadaan (SDP) yang diatur dalam Peraturan Kepala LKPP Nomor 15 Tahun 2012 tentang Standar Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
5.   Penyedia yang diundang menyampaikan penawaran administrasi, teknis, dan harga secara langsung sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam undangan;
6.   Pejabat Pengadaan membuka penawaran dan mengevaluasi administrasi dan harga serta melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi harga untuk mendapatkan Penyedia dengan harga yang wajar serta dapat dipertanggungjawabkan;
7.        Negosiasi harga dilakukan berdasarkan HPS;
8.   Dalam hal negosiasi harga tidak menghasilkan kesepakatan, maka Pengadaan Langsung dinyatakan gagal dan dilakukan Pengadaan Langsung ulang dengan mengundang Penyedia lain;
9.        Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung yang terdiri dari:
a.    nama dan alamat Penyedia;
b.     harga penawaran terkoreksi dan harga hasil negosiasi;
c.      unsur-unsur yang dievaluasi (apabila ada);
d.      keterangan lain yang dianggap perlu; dan
e.       tanggal dibuatnya Berita Acara.
9.       Pejabat Pengadaan menyampaikan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung kepada PPK
10.    PPK melakukan perjanjian dan mendapatkan bukti perjanjian dengan ketentuan:
a.       bukti pembelian dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
b.     kuitansi dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); atau
c.     Surat Perintah Kerja (SPK) dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Yang patut diperhatikan adalah bahwa pengadaan langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar (Pasal 39 ayat (2) Perpres 70/2012).
Demikian tata cara secara umum dalam proses pengadaan langsung.