Kegiatan Tahun Jamak : Dalam Perspektif Keuangan Daerah dan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
A. Gambaran Umum Kegiatan Tahun Jamak
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada pasal 1 ayat 28 menyatakan bahwa "Kegiatan Tahun Jamak adalah kegiatan yang dianggarkan dan dilaksanakan untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang pekerjaannya dilakukan melalui kontrak tahun jamak".
Dari definisi tersebut ada beberapa keyword yang perlu dipahami :
- Kegiatan adalah bagian dari Program yang dilaksanakan oleh 1 (satu) atau beberapa satuan kerja perangkat daerah sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu Program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil atau sumber daya manusia, barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut, sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam bentuk barang/jasa (PP 12/2019 pasal 1 ayat 27);
- Program yang terdapat dalam definisi kegiatan pada point 1 diatas, dijelaskan dalam PP 12/2019 pasal 1 ayat 26 yang menyatakan bahwa "Program adalah bentuk instrumen kebijakan yang berisi 1 (satu) atau lebih Kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah atau masyarakat yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan pembangunan Daerah";
- Dianggarkan adalah pengalokasian anggaran dalam APBD;
- Dilaksanakan adalah proses pelaksanaan kegiatan;
- Pekerjaan adalah cara dalam melaksanakan pekerjaan
- Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember (UU 17/2003 pasal 4);
- Kontrak Tahun Jamak merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang membebani lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat berupa : pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua belas) bulan atau lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran; atau pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran dan paling lama 3 (tiga) Tahun Anggaran (Perpres 16/2018 pasal 27 ayat 9);
Kegiatan tahun jamak seyogyanya dirancang untuk mengakomodir program dan kegiatan yang bersifat strategis dan/atau untuk kebutuhan urgensi daerah. Idealnya kegiatan tahun jamak juga harus memperhatikan kesesuaian antara kegiatan dengan acuan perencanaan yang telah ditetapkan baik Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD), Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPD), maupun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Oleh karena itu, dalam merencanakan kegiatan tahun jamak perlu adanya kajian yang komprehensif oleh Pemda dengan mempertimbangkan aspek prioritas kebutuhan daerah, estimasi terhadap kemampuan keuangan daerah serta teknis pelaksanaan kegiatan tahun jamak.
Secara garis besar, untuk membahas kegiatan tahun jamak ada 2 (dua) domain aturan yang patut menjadi pedoman. Pertama, domain regulasi tentang keuangan daerah (termasuk perencanaan daerah) dan yang kedua adalah domain regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah. Kedua domain tersebut juga termasuk meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan evaluasi serta pertanggungjawaban. Untuk itu, perlu adanya harmonisasi antara Pemda (unsur OPD/unit kerja teknis yang membidangi perencanaan daerah, keuangan daerah, pengadaan barang/jasa, hukum, APIP serta OPD pelaksana teknis) dan DPRD, yang dimulai dari memformulasikan strategi penganggaran hingga mewujudkan tujuan program/kegiatan dimaksud dengan tetap memperhatikan asas akuntabilitas.
B. Mekanisme Penganggaran Kegiatan Tahun Jamak (APBD)
Dalam APBD, mekanisme penganggaran kegiatan tahun jamak dapat mengacu pada PP 12/2019 sebagaimana diatur dalam pasal 92 sebagai berikut :
Dalam bagian lampirannya, PP 12/2019 menjelaskan pasal 92 sebagai berikut :
- Pasal 92 ayat 2 huruf (a) : Kegiatan Tahun Jamak mengacu pada Program yang tercantum dalam RPJMD
- Pasal 92 ayat 2 huruf (b) : Yang dimaksud dengan "pekerjaan atas pelaksanaan Kegiatan yang menurut sifatnya harus tetap berlangsung pada pergantian tahun anggaran" antara lain penanaman benih/bibit, penghijauan, pelayanan perintis laut/udara, makanan dan obat di rumah sakit, pelayanan pembuangan sampah, dan pengadaan jasa pelayanan kebersihan (cleaning service).
Sampai dengan akhir bulan Januari 2021, masih belum ada aturan turunan dari PP 12/2019 secara khusus seperti Permendagri 13/2006 beserta perubahannya yang merupakan turunan dari PP 58/2005. Yang ada hanyalah Permendagri yang mengatur tentang pedoman penyusunan APBD, dan aturan ini setiap tahun terbit untuk menjembatani mekanisme penganggaran APBD. Misalnya di tahun 2019, terbitnya Permendagri 33/2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD T.A. 2020. Di tahun 2020, ada Permendagri 64/2020 tentang Pedoman Penyusunan APBD T.A. 2021. Jika kita membandingkan Permendagri 33/2019 dan Permendagri 64/2020, tidak ada perubahan secara signifikan terkait pengaturan kegiatan tahun jamak dalam 2 (dua) aturan tersebut. Sedikit letak perbedaannya, pada Permendagri 33/2019 tidak memberikan format nota kesepakatan tahun jamak. Sedangkan, pada Permendagri 64/2020 dalam bagian lampiran menyajikan format nota kesepakatan antara Pemprov dan DPRD, sebagaimana berikut ini :
Format nota kesepakatan telah mengakomodir Pasal 92 ayat 5, yakni mencantumkan nama kegiatan/sub kegiatan, jangka waktu pelaksanaan kegiatan, jumlah anggaran dan alokasi anggaran per tahun. Dalam format nota kesepakatan tersebut juga dalam pasal 9 memberikan ruang kepada Kepala Daerah untuk mengatur lebih teknis terkait kegiatan tahun jamak melalui Perkada. Mengapa Perkada perlu dibuat? Karena memang nota kesepakatan hanya mengatur secara umum, sehingga perlu regulasi yang lebih menjelaskan misalnya bagaimana mekanisme apabila anggaran tidak terpakai/tidak terealisasi pada tahun pertama? apa yang harus dilakukan menyikapi hal tersebut?. Oleh karena itu, patut untuk diatur lebih detail lagi agar tidak menciptakan zona blur dalam pengambilan keputusan pada saat menghadapi situasi atau kondisi yang terjadi diluar pengaturan dalam nota kesepakatan maupun dalam PP 12/2019.
C. Kontrak Tahun Jamak Dalam Perpres 16/2018 dan Aturan Turunannya
Sebagaimana definisi Kegiatan Tahun Jamak pada PP 12/2019 dalam pasal 1 ayat 28 menyatakan bahwa "Kegiatan Tahun Jamak adalah kegiatan yang dianggarkan dan dilaksanakan untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang pekerjaannya dilakukan melalui kontrak tahun jamak". Frasa Kontrak Tahun Jamak dalam definisi tersebut, dapat kita hubungkan dengan regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah. Namun sebelum membahas lebih lanjut tentang kontrak tahun jamak, perlu kita ketahui dulu tentang apa itu kontrak?.
Menurut terjemahan dari Black’s Law Dictionary, definisi kontrak adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal yang khusus. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), kontrak melahirkan suatu perikatan antara pihak yang mengikatkan dirinya. Sehingga dari kontrak inilah lahir suatu perikatan di mana para pihak yang mengikatkan diri memiliki kewajibannya masing-masing sesuai yang ditentukan dalam kontrak. Dalam Pasal 1320 KUHPer, kontrak akan sah jika memenuhi beberapa syarat di bawah ini:
- Kecakapan para pihak;
- Kesepakatan antara para pihak;
- Adanya suatu hal atau objek tertentu;
- Suatu sebab yang halal (tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, dan ketertiban umum);
Bagaimana jika kontrak tidak memenuhi 4 (empat) syarat tersebut?. Keempat syarat tersebut dibagi atas 2 (dua) yaitu :
- Kecakapan para pihak dan kesepakatan para pihak termasuk syarat subjektif karena berkenaan dengan para subjek yang membuat perjanjian
- Adanya suatu hal atau objek tertentu dan suatu sebab yang halal merupakan syarat objektif karena berkenaan dengan objek dalam perjanjian
Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut “DAPAT DIBATALKAN”. Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).
Sedangkan, jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut adalah “BATAL DEMI HUKUM”. Batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
Bahwa dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara perjanjian yang batal demi hukum dengan perjanjian yang dapat dibatalkan yaitu dilihat adanya unsur sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu dua unsur yang menyangkut unsur subjektif dan dua unsur yang menyangkut unsur objektif dan pembatalan tersebut dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Berkenaan dengan hukum kontrak, norma hukum kontrak merupakan norma yang sifatnya mengatur (regelend recht atau aanvullend recht) domain hukum perdata, oleh karenanya dalam hukum perdata berlaku lima prinsip atau asas, yaitu:
- Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)
- Asas konsensualisme (concsensualism)
- Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)
- Asas itikad baik (good faith)
- Asas kepribadian (personality)
Dalam Perpres 16/2018 pasal 1 ayat 44 menyatakan bahwa "Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola".
Untuk kontrak tahun jamak didalam Perpres 16/2018 diatur pada pasal 27 ayat 9 sebagai berikut :
"Kontrak Tahun Jamak merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang membebani lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat berupa:
- pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua belas) bulan atau lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran; atau
- pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran dan paling lama 3 (tiga) Tahun Anggaran"
Dalam Peraturan LKPP 9/2018 juga mengatur kontrak tahun jamak sebagai berikut:
"Kontrak Tahun Jamak merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang membebani lebih dari satu tahun anggaran dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan. Kontrak Tahun Jamak dapat berupa:
- Untuk pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti proyek pembangunan infrastruktur, jalan, jembatan, dam, waduk, gedung, kapal, pesawat terbang, pengembangan aplikasi IT, atau pembangunan/rehabilitasi kebun;
- Untuk pekerjaan yang penyelesaiannya tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan tetapi pelaksanaannya melewati lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, seperti: pengadaan barang/jasa yangpelaksanaannya bergantung pada musim contoh penanaman benih/bibit, penghijauan, atau pengadaan barang/jasa yang layanannya tidak boleh terputus, contoh penyediaan makanan dan obat di rumah sakit, penyediaan makanan untuk panti asuhan/panti jompo, penyediaan makanan untuk narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, penyediaan pakan hewan di kebun binatang; atau
- Untuk pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dan maksimum 3 (tiga) tahun anggaran, seperti jasa layanan yang tidak boleh terhenti misalnya pelayanan angkutan perintis darat/laut/udara, layanan pembuangan sampah, sewa kantor, jasa internet/jasa komunikasi, atau pengadaan jasa pengelolaan gedung"
Dari pengaturan kontrak tahun jamak pada Perpres 16/2018 maupun Peraturan LKPP 9/2018 sudah mengatur karakteristik pengadaan barang/jasa yang dapat dilakukan dengan kontrak tahun jamak.
Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, pelaku pengadaan yang memiliki tugas menetapkan rancangan kontrak adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagaimana amanat pasal 11 Perpres 16/2018. Menetapkan rancangan kontrak merupakan salah satu elemen dalam perencanaan pengadaan. Dalam menetapkan rancangan kontrak tersebut, tentunya PPK harus telah melakukan identifikasi kebutuhan pekerjaan dimaksud. Misalnya, memilih jenis kontrak, cara pembebanan anggaran,dll disesuaikan dengan karakteristik pekerjaan.
D. Ilustrasi Potensi Masalah Kontrak Tahun Jamak Dalam APBD
Bagaimana apabila suatu Pemda merencanakan kegiatan tahun jamak selama 2 (dua) tahun misalnya dari tahun 2020 - 2021. Nota kesepakatan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD ditandatangani pada KUA PPAS perubahan APBD T.A. 2020. Dalam nota kesepakatan tersebut telah menyepakati alokasi anggaran per tahun (asumsinya nota kesepakatan mencantumkan sesuai dengan PP 12/2019). Namun karena ada kendala teknis, pekerjaan yang direncanakan tersebut berjalan molor dan kontrak ditandatangani pada tahun 2021 serta pelaksanaan kontrak hanya sampai dengan bulan September 2021. Artinya pelaksanaan pekerjaan tersebut tidak melebihi 1 (satu) tahun anggaran. Apakah masih relevan memilih jenis kontrak tahun jamak?
Ilustrasi masalah diatas, seharusnya tidak terjadi. Apabila terjadi, maka terindikasi bahwa kegiatan tahun jamak tersebut tidak direncanakan dan dikaji secara terukur dalam berbagai aspek. "Ketika gagal merencanakan sesuatu, kita sedang merencanakan kegagalan" begitu kata Benjamin Franklin. Menurut saya, jika masalah terjadi seperti ilustrasi diatas maka bukan saja merencanakan kegagalan, namun kita sudah merancang permasalahan. Oleh karena itu dalam merancang kegiatan tahun jamak harusnya mempertimbangan aspek perencanaan daerah, cash flow keuangan daerah, serta aspek pengadaan barang/jasa pemerintah. Aspek - aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisah-pisahkan.
Bagaimana menjawab permasalah memilih jenis kontrak terhadap ilustrasi diatas?. Jika kita melihat dari PP 12/2019 sudah mengamanatkan bahwa kegiatan tahun jamak, pekerjaannya dilakukan dengan kontrak tahun jamak (pasal 1 ayat 28). Dalam Perpres 16/2018 dan aturan turunannya, mengamanatkan bahwa untuk pekerjaan yang melebihi 1 (satu) tahun atau untuk pekerjaan yang penyelesaiannya tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan tetapi pelaksanaannya melewati lebih dari 1 (satu) tahun anggaran menggunakan kontrak tahun jamak yang dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang. Apa yang dimaksud dengan persetujuan pejabat yang berwenang? Apakah Kepala Daerah atau DPRD atau PA atau Menteri Keuangan/Dalam Negeri?. Memang dalam Perpres 16/2018 tidak mengatur secara eksplisit terkait pejabat yang berwenang tersebut. Menurut hemat saya, dalam pengelolaan keuangan daerah maka nota kesepakatan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD adalah merupakan dokumen persetujuan pejabat yang berwenang. Karena nota kesepakatan tersebut sudah menyepakati alokasi anggaran per tahun anggaran terhadap kegiatan tahun jamak dimaksud.
Nah, kita kembali melihat pokok masalah dalam ilustrasi permasalahan diatas. Permasalahannya adalah pada waktu pelaksanaan pekerjaan yang tidak melebihi tahun anggaran. Artinya, dapat disimpulkan bahwa dari dimensi regulasi pengadaan maka kontrak pekerjaan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kontrak tahun jamak. Muncul pertanyaan, tapi dalam PP 12/2019 sudah mengamanatkan bahwa dilakukan dengan mekanisme kontrak tahun jamak. Bukankah PP lebih tinggi dari Perpres dalam hirarki peraturan perundang-undangan?. Hemat saya, bahwa ada asas hukum yakni Asas lex specialis derogat legi generali yang bermakna undang-undang (norma/aturan hukum) yang khusus meniadakan keberlakuan undang-undang (norma/aturan hukum) yang umum. PP 12/2019 adalah dimensi pengelolaan keuangan daerah, artinya mengatur tentang kesepakatan pengalokasian anggaran per tahun dalam kegiatan tahun jamak. Namun dalam pelaksanaan pekerjaan karena berhubungan dengan perikatan pengadaan barang/jasa maka Perpres 16/2018 adalah regulasi yang mengatur secara khusus terkait hal tersebut. Sehingga jika menentukan jenis kontrak, maka Perpres 16/2018 yang harus menjadi pedoman karena kekhususannya mengatur teknis pengadaan barang/jasa pemerintah.
Saya berkesimpulan terhadap ilustrasi permasalahan kontrak tahun jamak diatas, adalah tidak tepat kalau menggunakan kontrak tahun jamak. Karena sangat tidak memungkinkan sumber dana dalam kontrak adalah menggunakan sumber dana tahun sebelumnya. Oleh karena itu, PPK melalui PA harus memastikan bahwa alokasi anggaran di tahun 2020 sebagaimana nota kesepakatan sudah terakomodir pada anggaran tahun 2021. Jika belum terakomodir, maka haram hukumnya untuk menandatangani kontrak. Bukankah salah satu asas berkontrak adalah asas kepastian hukum? Termasuk memastikan jumlah anggaran yang tersedia dalam APBD?. Jika dari awal tidak melakukan mitigasi dalam draft kontrak, maka potensi sengketa kontrak dapat terjadi. Hal ini dapat terjadi apabila klaim pembayaran prestasi pekerjaan dari penyedia kepada pemerintah, ternyata tidak cukup anggaran. Jenis kontrak juga sangat mempengaruhi proses pemilihan penyedia. Oleh karena itu PPK dalam menyusun draft kontrak, idealnya mempertimbangkan berbagai aspek.
Komentar
Posting Komentar